#header img { max-width: 99%; max-height:90%; margin:1px 1px;padding:0px;} .post img { vertical-align:bottom; max-width:90%; max-height:90% } #navigation img { vertical-align:bottom; max-width:80%; }

Senin, 07 Januari 2013

10 Adab Ketika Buang Hajat

Siapa saja yang hendak menunaikan hajatnya, buang air besar atau air kecil, maka hendaklah ia mengikuti 10 adab berikut ini. Semoga bermanfaat.
Pertama: Menutup diri dan menjauh dari manusia ketika buang hajat.
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَأْتِى الْبَرَازَ حَتَّى يَتَغَيَّبَ فَلاَ يُرَى.
Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika safar, beliau tidak menunaikan hajatnya di daerah terbuka, namun beliau pergi ke tempat yang jauh sampai tidak nampak dan tidak terlihat.”[1]
Kedua: Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah.
Seperti memakai cincin yang bertuliskan nama Allah dan semacamnya. Hal ini terlarang karena kita diperintahkan untuk mengagungkan nama Allah dan ini sudah diketahui oleh setiap orang secara pasti. Allah Ta’ala berfirman,
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32)
Ada sebuah riwayat dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki kamar mandi, beliau meletakkan cincinnya.”[2] Akan tetapi hadits ini adalah hadits munkar yang diingkari oleh banyak peneliti hadits. Namun memang cincin beliau betul bertuliskan “Muhammad Rasulullah”.[3]
Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Jika cincin atau semacam itu dalam keadaan tertutup atau dimasukkan ke dalam saku atau tempat lainnya, maka boleh barang tersebut dimasukkan ke WC. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Jika ia mau, ia boleh memasukkan barang tersebut dalam genggaman tangannya.” Sedangkan jika ia takut barang tersebut hilang karena diletakkan di luar, maka boleh masuk ke dalam kamar mandi dengan barang tersebut dengan alasan kondisi darurat.”[4]
Ketiga: Membaca basmalah dan meminta perlindungan pada Allah (membawa ta’awudz) sebelum masuk tempat buang hajat.
Ini jika seseorang memasuki tempat buang hajat berupa bangunan. Sedangkan ketika berada di tanah lapang, maka ia mengucapkannya di saat melucuti pakaiannya.[5]
Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِى آدَمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمُ الْخَلاَءَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ
Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia adalah jika salah seorang di antara mereka memasuki tempat buang hajat, lalu ia ucapkan “Bismillah”.[6]
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki jamban, beliau ucapkan: Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan[7]).[8]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Adab membaca doa semacam ini tidak dibedakan untuk di dalam maupun di luar bangunan.”[9]
Untuk do’a “Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits, boleh juga dibaca Allahumma inni a’udzu bika minal khubtsi wal khobaits (denga ba’ yang disukun). Bahkan cara baca khubtsi (dengan ba’ disukun) itu lebih banyak di kalangan para ulama hadits sebagaimana dikatakan oleh Al Qodhi Iyadh rahimahullah. Sedangkan mengenai maknanya, ada ulama yang mengatakan bahwa makna khubtsi (dengan ba’ disukun) adalah gangguan setan, sedangkan khobaits adalah maksiat.[10] Jadi, cara baca dengan khubtsi (dengan ba’ disukun) dan khobaits itu lebih luas maknanya dibanding dengan makna yang di awal tadi karena makna kedua berarti meminta perlindungan dari segala gangguan setan dan maksiat.
Keempat: Masuk ke tempat buang hajat terlebih dahulu dengan kaki kiri dan keluar dari tempat tersebut dengan kaki kanan.
Untuk dalam perkara yang baik-baik seperti memakai sandal dan menyisir, maka kita dituntunkan untuk mendahulukan yang kanan. Sebagaimana terdapat dalam hadits,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, ketika bersuci dan dalam setiap  perkara (yang baik-baik).[11]
Dari hadits ini, Syaikh Ali Basam mengatakan, “Mendahulukan yang kanan untuk perkara yang baik, ini ditunjukkan oleh dalil syar’i, dalil logika dan didukung oleh fitrah yang baik. Sedangkan untuk perkara yang jelek, maka digunakan yang kiri. Hal inilah yang lebih pantas berdasarkan dalil syar’i dan logika.”[12]
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang hajat dan kaki kanan ketika keluar, maka itu memiliki alasan dari sisi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan untuk hal-hal yang baik-baik. Sedangkan untuk hal-hal yang jelek (kotor), beliau lebih suka mendahulukan yang kiri. Hal ini berdasarkan dalil yang sifatnya global.”[13]
Kelima: Tidak menghadap kiblat atau pun membelakanginya.
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا » . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى
Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.” Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.”[14] Yang dimaksud dengan “hadaplah arah barat dan timur” adalah ketika kondisinya di Madinah. Namun kalau kita berada di Indonesia, maka berdasarkan hadits ini kita dilarang buang hajat dengan menghadap arah barat dan timur, dan diperintahkan menghadap ke utara atau selatan.
Namun apakah larangan menghadap kiblat dan membelakanginya ketika buang hajat berlaku di dalam bangunan dan di luar bangunan? Jawaban yang lebih tepat, hal ini berlaku di dalam dan di luar bangunan berdasarkan keumuman hadits Abu Ayyub Al Anshori di atas. Pendapat ini dipilih oleh Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[15], Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani[16] dan pendapat terakhir dari Syaikh Ali Basam[17].
Adapun hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan,
ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعْضِ حَاجَتِى ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْضِى حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ
Aku pernah menaiki rumah Hafshoh karena ada sebagian keperluanku. Lantas aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang hajat dengan membelakangi kiblat dan menghadap Syam.[18] Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membelakangi kiblat ketika buang hajat. Maka mengenai hadits Ibnu ‘Umar ini kita dapat memberikan jawaban sebagai berikut.
  1. Pelarangan menghadap dan membelakangi kiblat lebih kita dahulukan daripada yang membolehkannya.
  2. Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat lebih didahulukan dari perbuatan beliau.
  3. Hadits Ibnu ‘Umar tidaklah menasikh (menghapus) hadits Abu Ayyub Al Anshori karena apa yang dilihat oleh Ibnu ‘Umar hanyalah kebetulan saja dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan adanya hukum baru dalam hal ini.[19]
Simpulannya, pendapat yang lebih tepat dan lebih hati-hati adalah haram secara mutlak menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat.
Keenam: Terlarang berbicara secara mutlak kecuali jika darurat.
Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
أَنَّ رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ.
Ada seseorang yang melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang kencing. Ketika itu, orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya.[20]
Syaikh Ali Basam mengatakan, “Diharamkan berbicara dengan orang lain ketika buang hajat karena perbuatan semacam ini adalah suatu yang hina, menunjukkan kurangnya rasa malu dan merendahkan murua’ah (harga diri).” Kemudian beliau berdalil dengan hadits di atas.[21]
Syaikh Abu Malik mengatakan, “Sudah kita ketahui bahwa menjawab salam itu wajib. Ketika buang hajat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya, maka ini menunjukkan diharamkannya berbicara ketika itu, lebih-lebih lagi jika dalam pembicaraan itu mengandung dzikir pada Allah Ta’ala. Akan tetapi, jika seseorang berbicara karena ada suatu kebutuhan yang mesti dilakukan ketika itu, seperti menunjuki jalan pada orang (ketika ditanya saat itu, pen) atau ingin meminta air dan semacamnya, maka dibolehkan saat itu karena alasan darurat. Wallahu a’lam.”[22]
Ketujuh: Tidak buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ ». قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الَّذِى يَتَخَلَّى فِى طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِى ظِلِّهِمْ ».
Hati-hatilah dengan al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia)!” Para sahabat bertanya, “Siapa itu al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia), wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mereka adalah orang yang buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.[23]
Kedelapan: Tidak buang hajat di air yang tergenang.
Dalilnya adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing di air tergenang.[24]
Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ar Rofi’i mengatakan, “Larangan di sini berlaku untuk air tergenang yang sedikit maupun banyak karena sama-sama dapat mencemari.”[25] Dari sini, berarti terlarang kencing di waduk, kolam air dan bendungan karena dapat menimbulkan pencemaran dan dapat membawa dampak bahaya bagi yang lainnya. Jika kencing saja terlarang, lebih-lebih lagi buang air besar. Sedangkan jika airnya adalah air yang mengalir (bukan tergenang), maka tidak mengapa. Namun ahsannya (lebih baik) tidak melakukannya karena seperti ini juga dapat mencemari dan menyakiti yang lain.[26]
Kesembilan: Memperhatikan adab ketika istinja’ (membersihkan sisa kotoran setelah buang hajat, alias cebok), di antaranya sebagai berikut.
1. Tidak beristinja’ dan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan.
Dalilnya adalah hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِى الإِنَاءِ ، وَإِذَا أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ ، وَلاَ يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ
Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam bejana. Jika ia buang hajat, janganlah ia memegang kemaluan dengan tangan kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan tangan kanannya.[27]
2. Beristinja’ bisa dengan menggunakan air atau menggunakan minimal tiga batu (istijmar). Beristinja’ dengan menggunakan air lebih utama daripada menggunakan batu sebagaimana menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq.[28] Alasannya, dengan air tentu saja lebih bersih.
Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan air adalah hadits dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ أَجِىءُ أَنَا وَغُلاَمٌ مَعَنَا إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ . يَعْنِى يَسْتَنْجِى بِهِ
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, aku dan anak sebaya denganku datang membawa seember air, lalu beliau beristinja’ dengannya.”[29]
Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan minimal tiga batu adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَجْمَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَجْمِرْ ثَلاَثاً
Jika salah seorang di antara kalian ingin beristijmar (istinja’ dengan batu), maka gunakanlah tiga batu.[30]
3. Memerciki kemaluan dan celana dengan air setelah kencing untuk menghilangkan was-was.
Ibnu ‘Abbas mengatakan,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً وَنَضَحَ فَرْجَهُ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu kali – satu kali membasuh, lalu setelah itu beliau memerciki kemaluannya.[31]
Jika tidak mendapati batu untuk istinja’, maka bisa digantikan dengan benda lainnya, asalkan memenuhi tiga syarat: [1] benda tersebut suci, [2] bisa menghilangkan najis, dan [3] bukan barang berharga seperti uang atau makanan.[32] Sehingga dari syarat-syarat ini, batu boleh digantikan dengan tisu yang khusus untuk membersihkan kotoran setelah buang hajat.
Kesepuluh: Mengucapkan do’a “ghufronaka” setelah keluar kamar mandi.
Dalilnya adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ « غُفْرَانَكَ ».
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa setelah beliau keluar kamar mandi beliau ucapkan “ghufronaka” (Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).”[33]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Kenapa seseorang dianjurkan mengucapkan “ghufronaka” selepas keluar dari kamar kecil, yaitu karena ketika itu ia dipermudah untuk mengeluarkan kotoran badan, maka ia pun ingat akan dosa-dosanya. Oleh karenanya, ia pun berdoa pada Allah agar dihapuskan dosa-dosanya sebagaimana Allah mempermudah kotoran-kotoran badan tersebut keluar.”[34]
Demikian beberapa adab ketika buang hajat yang bisa kami sajikan di tengah-tengah pembaca sekalian. Semoga Allah memberi kepahaman dan memudahkan untuk mengamalkan adab-adab yang mulia ini. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu yang bermanfaat yang akan membuahkan amal yang sholih.
Diselesaikan di malam hari, di Pangukan-Sleman, 7 Rabi’ul Akhir 1431 H (22/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

[1] HR. Ibnu Majah no. 335. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. [2] HR. Abu Daud no. 19 dan Ibnu Majah no. 303. Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini munkar. Syaikh Al Abani juga mengatakan bahwa hadits ini munkar.
[3] HR. Bukhari no. 5872 dan Muslim no. 2092.
[4] Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/92, Al Maktabah At Taufiqiyah.
[5] Keterangan dari Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 1/93.
[6] HR. Tirmidzi no. 606, dari ‘Ali bin Abi Tholib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[7] Pengertian setan laki-laki dan setan perempuan sebagaimana dikatakan oleh Al Imam Abu Sulaiman Al Khottobi. Lihat Al Minjah Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, 4/71, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392.
[8] HR. Bukhari no. 142 dan Muslim no. 375.
[9] Al Minjah Syarh Shahih Muslim, 4/71.
[10] Lihat Idem.
[11] HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
[12] Lihat Taisirul ‘Alam, Syaikh Ali Basam, hal. 26, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, cetakan pertama, tahun 1424 H.
[13] As Sailul Jaror, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, 1/64, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, cetakan pertama, tahun 1405 H.
[14] HR. Bukhari no. 394 dan Muslim no. 264.
[15] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/94.
[16] Lihat Ad Daroril Madhiyah Syarh Ad Duroril Bahiyah, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, hal. 36-38, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H.
[17] Lihat Taisirul ‘Alam, footnote hal. 30-31. Sebelumnya beliau berpendapat bolehnya membelakangi kiblat jika berada di dalam bangunan. Kemudian beliau ralat setelah itu.
[18] HR. Bukhari no. 148, 3102 dan Muslim no. 266.
[19] Lihat Ad Daroril Madhiyah hal. 36-28, Taisir ‘Alam footnote pada hal. 30-31, dan Shahih Fiqh Sunnah 1/94.
[20] HR. Muslim no. 370.
[21] Lihat Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, Syaikh Ali Basam, 1/315, Darul Atsar, cetakan pertama, tahun 1425 H.
[22] Shahih Fiqh Sunnah, 1/95.
[23] HR. Muslim no. 269.
[24] HR. Muslim no. 281.
[25] Lihat Kifayatul Akhyar, Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al Hushni Ad Dimasyqi, hal. 35, Darul Kutub Al Islamiyah, cetakan pertama, 1424 H.
[26] Lihat Taisirul ‘Alam, hal. 19.
[27] HR. Bukhari no. 153 dan Muslim no. 267.
[28] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/88-89.
[29] HR. Bukhari no. 150 dan Muslim no. 271.
[30] HR. Ahmad (3/400). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini kuat.
[31] HR. Ad Darimi no. 711. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
[32] Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 34.
[33] HR. Abu Daud no. 30, At Tirmidzi no. 7, Ibnu Majah no. 300, Ad Darimi no. 680. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[34] Majmu’ Fatawa wa Rosail Al ‘Utsaimin, 11/107, Darul Wathon-Daruts Tsaroya, cetakan terakhir, 1413 H.

Fakta dan Data Syi’ah di Indonesia

Oleh: Ustadz Farid Achmad Okbah, MA
Pendahuluan
Setelah meletusnya revolusi Iran pada tahun 1979 M, paham Syi’ah Imamiyah (Syi’ah Itsna Asyariyah) mulai masuk ke Indonesia. Diantara tokoh yang terpengaruh dengan paham Syi’ah adalah Husain al-Habsy, Direktur Pesantren Islam YAPI Bangil. Al-Habsy kemudian aktif menyebarkan ideologi Syi’ah dengan kemasan apik dan berslogan persatuan kaum muslimin.
Pada tahun 1980-an, al-Habsy mengirim sejumlah santrinya untuk belajar di Hauzah Ilmiyah di Qum, Iran. Sepulang dari Qum, para santri kemudian menyebarkan ajaran Syi’ah melalui sejumlah kegiatan, baik di bidang politik, pendidikan, media, sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Dalam bidang politik, mereka masuk ke partai-partai. Dalam bidang pendidikan mereka mendirikan sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi. Dibidang media mereka mendirikan koran, majalah, televisi, penerbitan buku, selebaran, dsb. Dalam bidang sosial, mereka mempraktekkan nikah mut’ah. Dalam bidang ekonomi mereka membuka toko-toko, membeli angkutan-angkutan umum, dan aktif dalam dunia perdagangan secara umum. Dalam bidang medis, mereka membangun rumah sakit dan klinik pengobatan. Pada tahun 1993, jati diri al-Habsy sebagai orang Syi’ah terkuak saat dia mengirimkan laporan kegiatan Syi’ah Indonesia ke Ayatullah di Iran dan saat itu 13 guru yang bermadzhab Ahlussunnah keluar dari pesantrennya.
Inilah gerakan Syi’ah, begitu terorgaisir dengan rapi. Adapun reaksi Ahlussunnah masih bersifat tidak konsisten. Jika ada keributan mereka bergerak, jika tidak ada, mereka hanya diam dan pasif, padahal Syi’ah semakin lama semakin berkembang.
Kader
Secara umum kader-kader Syi’ah merupakan alumnus Hauzah Ilmiyah di Qom Iran dan Suriah. Jumlah mereka mencapai ratusan orang dan tersebar di berbagai kota dan desa. Mereka aktif mengajak masyarakat untuk masuk kedalam kelompok Syi’ah, baik di rumah, sekolah, masjid, forum, ikatan, maupun lainnya.
Penikut Syi’ah ini kemudian membuat ikatan yang disebut dengan IJABI (Ikatan Jamaah Alhul Bait Indonesia) dengan tokoh pelopornya Ahmad Baraqbah, Jalaludin Rahmat, Dimitri Mahayana, dan Zahir bin Yahya. Dan melalui ormas Ahlul Bait Indonesia (ABI) yang dideklarasikan tahun 2011 oleh ketuanya Hasan Dalil Alaydrus.
Yayasan
Untuk memayungi secara hukum, orang Syi’ah kemudian membuat sejumlah yayasan. Ahmad Baraqbah, salah seorang tokoh Syi’ah, pada tahun 1995 M, mengatakan dalam majalah Umlumul Qur’an bahwa umlah yayasan Syi’ah di Indonesia mencapai 40 buah tersebar di berbagai wilayah: Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Jember, Bangil, Pontianak Kalimantan Barat, Samarinda Kalimantan Timur, Banjarmasin Kalimantan Selatan, dll. (Majalah Ulumul Qur’an, Edisi 4/1995M)
Peran Media Cetak
Syiah memanfaatkan media cetak untuk menyebarkan pahamnya. Untuk itu mereka membuat selebaran, majalah dan membangun puluhan penerbit dan percetakan seperti Mizan, Pelita Bandung, Hidayah, as-Sajjad, Abu Dzar Jakarta, Yapi Lampung, Lentera dan sebagainya.
Secara umum buku yang diterbitkan adalah buku terjemahkan dari buku-buku karya ulama Syi’ah seperti Khomaini, Muthahhari, Ali Syariati, Muhammad at-Tijani at-Tunisi dan lain-lain. Ada pula buku-buku yang merupakan hasil karya putra-putri Syi’ah Indonesia.
Adapun majalah dan selebaran yang mereka terbitkan antara lain:
1. Majalah al-Quds diterbitkan oleh kedutaan Iran di Jakarta dengan bahasa Indonesa.
2. Majalah al-Mawaddah diterbitkan oleh IJABI cabang Bandung, Jabar.
3. Majalah al-Huda diterbitkan oleh Syi’ah di Jakarta.
4. Majalah al-Hikmah diterbitkan oleh yayasan al-Muthahari Bandung.
5. Majalah al-Musthafa diterbitkan oleh Syi’ah di Jakarta.
6. Buletin al-Jawad dan al-Ghadir diterbitkan oleh yayasan al-Jawad Jakarta.
7. Buletin at-Tanwir diterbitkan oleh yayasan al-Muthahari.
8. Buletin Ibnus Sabil diterbitkan oleh Syi’ah di Pekalongan, dll.
Peta Pergerakan Syi’ah di Indonesia
Nama-Nama Yayasan
1. Yayasan Fatimah Jakarta
2. Yayasan Al-Muntazhar Jakarta
3. Yayasan Al-Uqailah
4. Yayasan Ar-Radhiyyah
5. Yayasan Mula Shadra Bogor Jawa Barat
6. Yayasan An-Naqi
7. Yayasan Al-Qurba
8. Yayasan YAPI Bangil Jawa Timur
9. Yayasan Al-Itrah Jember Jawa Timur
10. Yayasan Rausyan Fikr Jogjakarta
11. Yayasan Babiem Jember Jawa Timur
12. Yayasan Muthahhari Bandung Jawa Barat
13. YPI Al-Jawad Bandung Jawa Barat
14. Yayasan Muhibbin Probolinggo
15. Yayasan Al-Mahdi Jakarta
16. Yayasan Madinatul Ilmi Depok Jawa Barat
17. Yayasan Insan Cita Prakarsa Jakarta
18. Yayasan Asshidiq Jakarta
19. Yayasan Babul Ilmi Bekasi Jawa Barat
20. Yayasan Az-Zahra Jakarta
21. Yayasan Al Kazhim Jakrta
22. Yayasan Al Baro’ah Tasikmalaya Jawa Barat
23. Yayasan 10 Muharrom Bandung Jawa Barat
24. Yayasan As Shodiq Bandung Jawa Barat
25. Yayasan As Salam Majalengka Jawa Barat
26. Yayasan Al Mukarromah Bandung Jawa Barat
27. Yayayasan Al-Mujataba Purwakarta Jawa Barat
28. Yayasan Saifik Bandung Jawa Barat
29. Yayasan Al Ishlah Cirebon Jawa Barat
30. Yayasan Al-Aqilah Tangerang Jawa Barat
31. Yayasan Dar Taqrib Jepara Jawa Tengah
32. Yayasan Al Amin Semarang Jawa Tengah
33. Yayasan Al Khoirat Jepara Jawa Tengah
34. Yayasan Al Wahdah Solo Jawa Tengah
35. Yayasan Al Mawaddah Kendal Jawa Tengah
36. Yayasan Al Mujtaba Wonosobo Jawa Tengah
37. Yayasan Safinatunnajah Jawa Tengah
38. Yayasan Al Mahdi Jember Jawa Timur
39. Yayasan Attaqi Pasuruan Jawa Timur
40. Yayasan Azzhra Malang
41. Yayasan Ja’far Asshodiq Bondowoso Jawa Tengah
42. Yayasan Al Yasin Surabaya Jawa Timur
43. Yapisma Malang Jawa Timur
44. Yayasan Al Hujjah Jember Jawa Timur
45. Yayasan Al Kautsar Malang Jawa Timur
46. Yayasan AL Hasyimm Surabaya Jawa Timur
47. Yayasan Al Qoim Probolinggo Jawa Timur
48. Yayasan al-Kisa’Bali
49. Yayasan Al Islah Makasar Sulawesi
50. Yayasan Fikratul Hikmah Makasar Sulawesi
51. Yayasan Sadra Makasar Sulawesi
52. Yayasan Pinisi Makassar Sulawesi
53. Yayasan Lentera Makassar Sulawesi
54. Yayasan Nurtsaqolain Sulawesi Selatan
55. Yayasan Shibtain Riau Sumatra
56. Yayasan Al Hakim Lampung Sumatra
57. Yayasan Pintu Ilmu Palembang Sumatra
58. Yayasan Ulul Albab Aceh Sumatra
59. Yayasan Amali Medan Sumatra
60. Yayasan Al Muntadzar Samarinda Kalimantan
61. Yayasan Arridho Banjarmasin Kalimantan
Nama Majlis Taklim
1. Majlis Taklim Ar-Riyahi
2. Majlis Taklim Ummu Abiha Jakarta
3. Majlis Taklim Al Bathul Jakarta
4. Majlis Taklim Haurah Sawangan Depok Jawa Barat
5. Majlis Taklim Al Idrus Purwakarta Jawa Barat
6. Majlis Ta’lim An-Nur Tangerang Jawa Barat
7. Majlis Taklim Al Jawad Tasikmalaya Jawa Barat
8. Majlis Ta’lim Al-Alawi Probolinggo Jawa Timur
Nama Ikatan Organisasi
1. Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI)
2. Ikatan Pemuda Ahlulbait Indonesia (IPABI)
3. Himpunan Pelajar Indonesia (HPI)Iran
4. Shafful Muslimin Indonesia
5. Ikatan Pelajar Indonesia di Iran (ISLAT)
6. Perkumpulan Ahlul Bait Indonesia (TAUBAT)
9. Ahlu Bait Indonesia (ABI), dll
Nama Centre dan Forum
1. Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta
2. Tazkiyah Jakarta
3. Al Hadi Jakarta
4. Al-Iffah Jember Jawa Timur
5. Forum Komunikasi Ahlul Bait (LKAB)
Nama Lembaga Pendidikan
1. SMA Plus Muthahhari Bandung dan Jakarta
2. Pendidikan Islam Al-Jawad
3. Islamic College for Advanced Studies
4. Sekolah Lazuardi dari Pra TK sampai SMP Jakarta
5. Sekolah Tinggi Madinatul Ilmu Depok Jawa Barat
6. Madrasah Nurul Iman Sorong Irian
7. Pesantren Al-Hadi Pekalongan
8. Pesantren YAPI Bangil Jawa Timur
Nama Penerbit Buku
1. Lentera
2. Pustaka Hidayah
3. Mizan
4. Yapi Jakarta
5. Al-Hadi
6. Al-Jawwad
7. Islamic Center Al-Huda
8. Muthahhari Press/Muthahhari Papaerbacks, dll
Nama Penulis
1. Alwi Husein
2. Muhammad Taqi Misbah
3. O.Hasyim
4. Jalaluddin Rakhmat
5. Muhsin Labib
6. Husein Al-Kaff
7. Sulaiman Marzuqi Ridwan
8. Dimitri Mahayana, dll
Nama Mahasiswa Qum Iran
1. Muhammad Taqi Misbah Yazdi
2. Euis Daryati, Mahasiswi S2 Jurusan Tafsir Al-Quran, Sekolah Tinggi Bintul Huda Qom. Ketua Fathimiah HPI 2006-2007.
3. Nasir Dimyati, S2 Jurusan Ulumul Quran Universitas Imam Khomeini Qom. Saat ini aktif di BKPPI.
4. Usman Al-Hadi, Mahasiswa S1 Jurusan Ulumul Quran Univ. Imam Khomeini Qom.
5. Abdurrahman Arfan, S1 Jurusan Ushul Fiqh di Jamiatul Ulum Qom, Republik Islam Iran.
6. M. Turkan, S1 Jurusan Filsafat & Irfan di Universitas Imam Khomeini Qom, Republik Islam Iran
7. Siti Rabiah Aidiah, Mahasiswi di Jamiah Bintul Huda, Qom, Jurusan Ulumul Quran.
8. Muchtar Luthfi, Ketua Umum Himpunan Pelajar Indonesia (HPI) di Republik Islam Iran periode 2006-2007, Sekjen Badan Kerjasama Perhimpunan Pelajar Indonesia (BKPPI) se-Timur Tengah dan Sekitarnya.
9. Herry Supryono, Mahasiswa S1 Fiqh dan Maarif Islamiyah di Madrasah Hujjatiyah Qom, Republik Islam Iran.
10. Saleh Lapadi, asal Sorong, alumni YAPI Bangil, Sekarang menempuh S2 di Qom Iran, pimred islat (islam alternatif)
11. Afifah Ahmad, Mahasiswi S1, Jurusan Maarif Islam di Jamiatul Bintul Huda, Qom Republik Islam Iran
12. Emi Nur Hayati Ma’sum Said, Mahasiswi S2 Jurusan Tarbiyah Islamiyah & Akhlak di Universitas Jamiah Azzahra, Qom-Iran
13. A. Luqman Vichaksana S1 Jurusan Filsafat & Irfan di Universitas Imam Khomeini Qom, Republik Islam Iran
14. Ammar Fauzi Heryadi, mahasiswa Jurusan Filsafat & Irfan di Universitas Imam Khomeini Qom, Republik Islam Iran.
Alumnus Qum Iran
1. DR. Abdurrahman Bima, Alumni dari Hawzah Ilmiah Qom, judul desertasi “Pengaruh Filsafat dalam Konsep Politik Khomeni”.
2. DR. Khalid Al-Walid, Alumnus dari Hawzah Ilmiah Qom, judul desertasi “Pandangan Eskatologi Mulla Shadra”
3. Muhsin Labib, Alumnus Hauzah Ilmiah Qom, Republik Islam Iran. Kandidat Doktor Filsafat Islam di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ali Ridho Al-Habsy cucu dari Habib Ali Kwitang, tahun 1974.
5. Umar Shahab, tahun 1976
6. Syamsuri Ali
7. Jalaludin Rahmat
8. Ahmad Barakbah
• Tahun 1990 M : 50 Mahasiswa Indonesia belajar di Qom Iran
• Tahun 1999 M : Jumlah lulusan lebih dari 100 orang
• Tahun 2001 M : 50 mahasiswa melanjutkan kuliah S2 di Qom
• Tahun 2004 M : 90 mahasiswa melanjutkan kuliah S2 di Qom
• Dr. Ali Maskan Musa ketua NU wilayah Jawa Timur belum lama ini berkunjung ke Iran dan dia melihat ada sekitar 7000 pelajar Indonesia, 300 diantaranya di Qom Iran. Sebagian ada yang mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah Iran, sedangkan sisanya dibawah tanggungan para ulama Qom.
• Setiap tahun direkrut 300 mahasiswa Indonesia ke Iran
Nama Majalah
1. Majalah Syi’ar
2. Majalah Al-Huda
3. Majalah Al-Hikmah
4. Majalah Al-Musthafa
5. Majalah Al-Mawaddah
6. Majalah Harian Al-Quds
7. Majalah Al-Tanwir
8. Majalah Al-Jawwad
9. Majalah Al-Ghadir
10. Majalah Babim, dll
Nama Radio dan Televisi
1. IRIB (Radio Iran siaran bahasa Indonesia)
2. Hadi TV, tv satelite (haditv.com)
3. TV Al-Manar, Libanon, dpt diakses sejak April 2008, bekerja sama dengan INDOSAT
4. Myshiatv.com
5. Shiatv.net
6. Radio Silaturahmi (RASIL 720 AM) Jakarta
Nama Website
Nama Blog
Ritual
1. Peringatan Maulid Nabi
2. Peringatan Idul Ghadir
3. Pelaksanaan ritual Shalat Iedain
4. Pelaksanaan ritual Lailatul Qadr
5. Peringatan Asyura.
6. Taqiyah
7. Majlis Doa Kumail, malam Jumat.
8. Ghadir Khum
Mukhtamar
Mukhtamar III Ikatan Jamaah Ahlu Bait Indonesia (IJABI) di Sulawesi, 28 Februari – 1 Maret 2008 dihadiri oleh seribu peserta dai Indonesia. Bertindak sebagai pembicara adalah Syaikh Muhammad Salak, wakil Majma’ Ahlul Bait Teheran, Ayatullah DR. Sayyed Muhammad Musawi, pimpinan ahlul bait London, Jalaluddin Rachmat Ketua Dewan Syurah Ijabi Indonesia.
Ikatan Jamah Ahlul Bait Indonesia (IJABI)
• Tanggal didirikan 1 Juli 2000 di Bandung, Jawa Barat
• Pendiri : Jalaluddin Rachmat, Dimitri Mahayana, Hadi Suwastio
• Ketua Dewan Syura : Jalaluddin Rachmat
• Ketuhan Pelaksana: Dimitri Mahayana
• Kebanyakan pengikut mereka dari kalangan pelajar
• Di tahun 2008 M
1. IJABI merupakan organisasi Syi’ah satu-satunya yang resmi
2. Tersebar di 33 propinsi
3. Anggotanya 5 juta orang, menurut pengakuan Jalaludin (tapi ini taqiyah)
Islamic Cultural Centre (ICC) Jakarta
Pendiri: Haidar Bagir, Jalaluddin Rakhmat, Umar Shahab
Direktur: Muhsin Hakimullah
Alamat : . Buncit Raya Kav. 35 Pejaten Barat Jakarta 12510
PO.BOX 7335 jkspm 12073 Telp.: 021-7996767 Faks.: 7996777
Yayasan Al Itrah Bagil Jawa Timur
• Tahun didirika: 1996 M
• Ketua: Ali Ridho Assegaf
• Wakil Ketua: Muhammad Baqir
• Sekertaris: Zaid Alaydrus
• Kegiatan Pendidikan:
1. Taman Kanak-kanak “al-Abrar”
2. Sekolah Dasar “Mitra Ilmu” dan telah dikunjungi oleh mentri pendidikan Iran saat dalam kunjungannya ke Indonesia.
3. SMP “Yapi”
4. Ma’had “Yapi”
Yayasan Az-Zahra Malang Jawa Timur
• Kegiatan pendidikan, Madrasah Al-Kautsar dari tingkat dasar sampai menengah.
• Membangun komplek perumahan seluas puluhan hektar
Sumber: Ditulis utuh dari buku “Fakta dan Data Perkembangan Syi’ah di Indonesia” hal.51-66 Oleh guru kami Al-Ustadz Farid Ahmad Okbah, MA -semoga Allah menjaga beliau-. Penerbit: Perisai Qur’an Cet.I/Sept 2012.
Abu Sahal (admin)
Jakarta, 10 Oktober 2012