Kamis, 11 April 2013
Selasa, 09 April 2013
Jazakallah Khoiron, Membalas Orang Lain yang Berbuat Baik
بسم
الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين, وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد
وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:
Tulisan ini menyebutkan tentang bagaimana sikap seorang muslim
memberikan ucapan sebagai tanda penghargaan atas kebaikan orang lain.
Berterima kasih atas
pemberian orang lain adalah tanda bersyukur kepada Allah Ta’ala
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ
النَّاسَ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak bersyukur kepada Allah
seorang yang tidak bersyukur kepada manusia.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, 1/702.
Penjelasan yang sangat
menarik
Berkata Al Khaththaby rahimahullah:
هذا يتأول على وجهين:
أحدهما: أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له.
والوجه الآخر: أن الله سبحانه لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه إذا كان العبد لا يشكر إحسان الناس ويكفر معروفهم. اهـ
أحدهما: أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له.
والوجه الآخر: أن الله سبحانه لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه إذا كان العبد لا يشكر إحسان الناس ويكفر معروفهم. اهـ
“Hadits ini ditafsirkan dengan dua makna:
Pertama: “Bahwa barangsiapa yang tabiat dan kebiasaannya adalah
kufur terhadap nikmat (kebaikan) orang dan tidak bersyukur atas kebaikan
mereka, maka niscaya termasuk kebiasaannya adalah kufur terhadap nikmat Allah
Ta’ala dan tidak bersyukur kepada-Nya.
Kedua: “Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak menerima
syukurnya seorang hamba atas kebaikan-Nya kepadanya, jika seorang hamba tidak
bersyukur kepada kebaikan orang lain dan kufur terhadap kebaikan mereka.”
Lihat kitab Sunan Abu Daud dengan Syarah Al Khaththaby, 5/ 157-158.
Beberapa cara membalas
kebaikan dan pemberian orang lain
1. Membalas pemberian tersebut
2. Memuji orang tersebut
3. Mengucapkan Jazakallah khairan kepada orang tersebut
4. Mendoakan orang tersebut
2. Memuji orang tersebut
3. Mengucapkan Jazakallah khairan kepada orang tersebut
4. Mendoakan orang tersebut
Perhatikan hadits-hadits berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أُعْطِىَ عَطَاءً
فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ بِهِ فَمَنْ أَثْنَى بِهِ
فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ ».
Artinya: “Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan
sebuah hadiah, lalu ia mendapati kecukupan maka hendaknya ia membalasnya, jika
ia tidak mendapati maka pujilah ia, barangsiapa yang memujinya, maka sungguh ia
telah bersyukur kepadanya, barangsiapa menyembunyikannya sungguh ia telah
kufur.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al
Ahadits Ash Shahihah, no. 617.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ أَتَى إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ
فَلْيُكَافِئْ بِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَلْيَذْكُرْهُ فَمَنْ ذَكَرَهُ فَقَدْ
شَكَرَهُ وَمَنْ تَشَبَّعَ بِمَا لَمْ يَنَلْ فَهُوَ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُورٍ ».
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan kepadanya sebuah
kebaikan, hendaklah ia membalasnya dan barangsiapa yang tidak sanggup maka
sebutlah (kebaikan)nya, dan barangsiapa yang menyebut (kebaikan)nya, maka
sungguh ia telah bersyukur kepadanya dan barangsiapa yang puas dengan sesuatu
yang tidak ia miliki, maka ia seperti seorang yang memakai pakaian palsu.” HR.
Ahmad dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Taghib Wa At
Tarhib, no 974.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَتِ
الْمُهَاجِرُونَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبْتِ الْأَنْصَارُ بِالْأَجْرِ كُلِّهِ،
مَا رَأَيْنَا قَوْمًا أَحْسَنَ بَذْلًا لَكَثِيرٍ، وَلَا أَحْسَنَ مُوَاسَاةٍ فِي
قَلِيلٍ مِنْهُمْ، وَلَقَدْ كَفَوْنَا الْمُؤْنَةَ؟ قَالَ: «أَلَيْسَ تُثْنُونَ
عَلَيْهِمْ بِهِ، وَتَدْعُونَ اللهَ لَهُمْ؟» قَالُوا: بَلَى قَالَ: «فَذَاكَ
بِذَاكَ»
Artinya: Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Berkata Kaum
Muhajirin: “Wahai Rasulullah, kaum Anshr pergi dengan (membawa) pahala
seluruhnya, kami tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik pemberiannya
dengan sangat banyak, tidak pernah lebih baik tengga rasanya dala perihal yang
sedikit dibandingkan mereka, mareka telah mencukupkan kebutuhan kami?”, beliau
bersabda: “Bukankah kalian telah memuji mereka atas itu dan berdoa kepada Allah
untuk mereka?”, mereka menjawab: “Iya”, beliau berkata: “Maka itu dengan dengan
itu.” HR. An Nasai di dalam Sunan Al Kubra dan dishahihkan oleh Al Albani di
dalam kitab Shahih At Taghib Wa At Tarhib, no 977.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ
فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِى الثَّنَاءِ ».
Artinya: “Usamah bin Zaid berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang dibuatkan kepadanya kebaikan, lalu
ia mengatakan kepada pelakunya: “Jazakallah khairan (semoga Allah membalasmu
dengan kebaikan), maka sungguh ia telah benar-benar meninggikan pujian.” HR.
Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al jami’, no.
6368.
Berkata Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abady;
Berkata Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abady;
فَدَلَّ هَذَا الْحَدِيث عَلَى
أَنَّ مَنْ قَالَ لِأَحَدٍ جَزَاك اللَّه خَيْرًا مَرَّة وَاحِدَة فَقَدْ أَدَّى
الْعِوَض وَإِنْ كَانَ حَقّه كَثِيرًا. انتهى.
“Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan
kepada seseorang “Jazakallah khairan” sekali, sungguh ia telah menunaikan
gentian, meskipun haknya banyak.” Lihat kitab ‘Aun al Ma’bud.
Berkata Al Munawi rahimahullah:
Berkata Al Munawi rahimahullah:
(إذا قال الرجل) يعني الإنسان
(لأخيه) أي في الإسلام الذي فعل معه معروفا (جزاك الله خيرا) أي قضى لك خيرا
وأثابك عليه : يعني أطلب من الله أن يفعل ذلك بك (فقد أبلغ في الثناء) أي بالغ فيه
وبذل جهده في مكأفاته عليه بذكره بالجميل وطلبه له من الله تعالى الأجر الجزيل ،
فإن ضم لذلك معروفا من جنس المفعول معه كان أكمل هذا ما يقتضيه هذا الخبر ، لكن
يأتي في آخر ما يصرح بأن الاكتفاء بالدعاء إنما هو عند العجز عن مكافأته بمثل ما
فعل معه من المعروف.
ثم إن الدعاء المذكور إنما هو للمسلم كما تقرر ، أما لو فعل ذمي بمسلم معروفا فيدعو له بتكثير المال والولد والصحة والعافية
ثم إن الدعاء المذكور إنما هو للمسلم كما تقرر ، أما لو فعل ذمي بمسلم معروفا فيدعو له بتكثير المال والولد والصحة والعافية
“(Jika seorang mengatakan) yaitu seorang manusia (kepada
saudaranya) yaitu persaudaraan Islam yang telah berbuat kepada kebaikan
(jazakallah khairan) yaitu semoga Allah menentukan kebaikan untukmu dan
memberikan pahala atasnya, yaitu aku memohon dari Allah untuk melakukan itu
denganmu (maka sungguh ia telah melebihkan di dalam pujian) yaitu ia telah berbuat
lebih di dalam pujian itu dan telah mengerahkan usahanya di dalam pembalasannya
terhadapnya dengan menyebutkannya dengan kebaikan dan permintaanya untuknya
dari Allah Ta’ala pahala yang besar, dan jika digabungkan hal itu dengan jenis
apa yang telah ia lakukan kepadanya, niscaya ini akan lebih sempurna apa yang
disebutkan oelh riwayat ini, tetapu disebutkan di akhir hadits,
yang menjelaskan bahwa mencukupkan dengan doa, maka sesungguhnya ini adalah
ketika tidak sanggup untuk membalas seperti apa yang telah ia lakukan kebaikan
kepadanya. Kemudian sesungguhnya doa yang disebutkan di dalam hadis hanya untuk
seorang muslim sebagaimana yang telah ditetapkan, adapun kalau ada seorang
kafir berbuat kebaikan kepada seorang muslim maka ia mendoakannya agar
mendapatkan harta, anak, kesehatan dan ‘afiyah.” Lihat kitab Faidh Al Qadir,
1/526.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « مَنِ اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ
فَأَعِيذُوهُ وَمَنْ سَأَلَ بِاللَّهِ فَأَعْطُوهُ وَمَنْ دَعَاكُمْ فَأَجِيبُوهُ
وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا
تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ ».
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meminta
perlindungan dengan menyebut nama Allah maka lindunglah ia, barangsiapa yang
meminta dengan menyebut nama Allah maka berilah ia, barangsiapa yang mengundang
kalian maka hadirilah (undangannya), dan barangsiapa yang berbuat kepada kalian
kebaikan maka balaslah, jika ia tidak mendapati sesuatu untuk membalasnya, maka
doakanlah ia, sampai kalian melihat bahwa kalian sudah membalasnya.’ HR. Abu
Daud. Wallahu a’lam. Semoga terjawab pertanyaan pada judul dan semoga
bermanfaat.
Ahad, 4 Muharram 1434H, Dammam Arab Saudi
Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin,
Lc
Artikel Muslim.Or.Id
Jazakallah Khoiron, Membalas Orang Lain yang Berbuat Baik
بسم
الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين, وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد
وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:
Tulisan ini menyebutkan tentang bagaimana sikap seorang muslim
memberikan ucapan sebagai tanda penghargaan atas kebaikan orang lain.
Berterima kasih atas
pemberian orang lain adalah tanda bersyukur kepada Allah Ta’ala
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ
النَّاسَ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak bersyukur kepada Allah
seorang yang tidak bersyukur kepada manusia.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, 1/702.
Penjelasan yang sangat
menarik
Berkata Al Khaththaby rahimahullah:
هذا يتأول على وجهين:
أحدهما: أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له.
والوجه الآخر: أن الله سبحانه لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه إذا كان العبد لا يشكر إحسان الناس ويكفر معروفهم. اهـ
أحدهما: أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له.
والوجه الآخر: أن الله سبحانه لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه إذا كان العبد لا يشكر إحسان الناس ويكفر معروفهم. اهـ
“Hadits ini ditafsirkan dengan dua makna:
Pertama: “Bahwa barangsiapa yang tabiat dan kebiasaannya adalah
kufur terhadap nikmat (kebaikan) orang dan tidak bersyukur atas kebaikan
mereka, maka niscaya termasuk kebiasaannya adalah kufur terhadap nikmat Allah
Ta’ala dan tidak bersyukur kepada-Nya.
Kedua: “Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak menerima
syukurnya seorang hamba atas kebaikan-Nya kepadanya, jika seorang hamba tidak
bersyukur kepada kebaikan orang lain dan kufur terhadap kebaikan mereka.”
Lihat kitab Sunan Abu Daud dengan Syarah Al Khaththaby, 5/ 157-158.
Beberapa cara membalas
kebaikan dan pemberian orang lain
1. Membalas pemberian tersebut
2. Memuji orang tersebut
3. Mengucapkan Jazakallah khairan kepada orang tersebut
4. Mendoakan orang tersebut
2. Memuji orang tersebut
3. Mengucapkan Jazakallah khairan kepada orang tersebut
4. Mendoakan orang tersebut
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أُعْطِىَ عَطَاءً
فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ بِهِ فَمَنْ أَثْنَى بِهِ
فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ ».
Artinya: “Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan
sebuah hadiah, lalu ia mendapati kecukupan maka hendaknya ia membalasnya, jika
ia tidak mendapati maka pujilah ia, barangsiapa yang memujinya, maka sungguh ia
telah bersyukur kepadanya, barangsiapa menyembunyikannya sungguh ia telah
kufur.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al
Ahadits Ash Shahihah, no. 617.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ أَتَى إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ
فَلْيُكَافِئْ بِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَلْيَذْكُرْهُ فَمَنْ ذَكَرَهُ فَقَدْ
شَكَرَهُ وَمَنْ تَشَبَّعَ بِمَا لَمْ يَنَلْ فَهُوَ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُورٍ ».
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan kepadanya sebuah
kebaikan, hendaklah ia membalasnya dan barangsiapa yang tidak sanggup maka
sebutlah (kebaikan)nya, dan barangsiapa yang menyebut (kebaikan)nya, maka
sungguh ia telah bersyukur kepadanya dan barangsiapa yang puas dengan sesuatu
yang tidak ia miliki, maka ia seperti seorang yang memakai pakaian palsu.” HR.
Ahmad dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Taghib Wa At
Tarhib, no 974.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَتِ
الْمُهَاجِرُونَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبْتِ الْأَنْصَارُ بِالْأَجْرِ كُلِّهِ،
مَا رَأَيْنَا قَوْمًا أَحْسَنَ بَذْلًا لَكَثِيرٍ، وَلَا أَحْسَنَ مُوَاسَاةٍ فِي
قَلِيلٍ مِنْهُمْ، وَلَقَدْ كَفَوْنَا الْمُؤْنَةَ؟ قَالَ: «أَلَيْسَ تُثْنُونَ
عَلَيْهِمْ بِهِ، وَتَدْعُونَ اللهَ لَهُمْ؟» قَالُوا: بَلَى قَالَ: «فَذَاكَ
بِذَاكَ»
Artinya: Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Berkata Kaum
Muhajirin: “Wahai Rasulullah, kaum Anshr pergi dengan (membawa) pahala
seluruhnya, kami tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik pemberiannya
dengan sangat banyak, tidak pernah lebih baik tengga rasanya dala perihal yang
sedikit dibandingkan mereka, mareka telah mencukupkan kebutuhan kami?”, beliau
bersabda: “Bukankah kalian telah memuji mereka atas itu dan berdoa kepada Allah
untuk mereka?”, mereka menjawab: “Iya”, beliau berkata: “Maka itu dengan dengan
itu.” HR. An Nasai di dalam Sunan Al Kubra dan dishahihkan oleh Al Albani di
dalam kitab Shahih At Taghib Wa At Tarhib, no 977.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ
فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِى الثَّنَاءِ ».
Artinya: “Usamah bin Zaid berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang dibuatkan kepadanya kebaikan, lalu
ia mengatakan kepada pelakunya: “Jazakallah khairan (semoga Allah membalasmu
dengan kebaikan), maka sungguh ia telah benar-benar meninggikan pujian.” HR.
Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al jami’, no.
6368.
Berkata Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abady;
Berkata Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abady;
فَدَلَّ هَذَا الْحَدِيث عَلَى
أَنَّ مَنْ قَالَ لِأَحَدٍ جَزَاك اللَّه خَيْرًا مَرَّة وَاحِدَة فَقَدْ أَدَّى
الْعِوَض وَإِنْ كَانَ حَقّه كَثِيرًا. انتهى.
“Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan
kepada seseorang “Jazakallah khairan” sekali, sungguh ia telah menunaikan
gentian, meskipun haknya banyak.” Lihat kitab ‘Aun al Ma’bud.
Berkata Al Munawi rahimahullah:
Berkata Al Munawi rahimahullah:
(إذا قال الرجل) يعني الإنسان
(لأخيه) أي في الإسلام الذي فعل معه معروفا (جزاك الله خيرا) أي قضى لك خيرا
وأثابك عليه : يعني أطلب من الله أن يفعل ذلك بك (فقد أبلغ في الثناء) أي بالغ فيه
وبذل جهده في مكأفاته عليه بذكره بالجميل وطلبه له من الله تعالى الأجر الجزيل ،
فإن ضم لذلك معروفا من جنس المفعول معه كان أكمل هذا ما يقتضيه هذا الخبر ، لكن
يأتي في آخر ما يصرح بأن الاكتفاء بالدعاء إنما هو عند العجز عن مكافأته بمثل ما
فعل معه من المعروف.
ثم إن الدعاء المذكور إنما هو للمسلم كما تقرر ، أما لو فعل ذمي بمسلم معروفا فيدعو له بتكثير المال والولد والصحة والعافية
ثم إن الدعاء المذكور إنما هو للمسلم كما تقرر ، أما لو فعل ذمي بمسلم معروفا فيدعو له بتكثير المال والولد والصحة والعافية
“(Jika seorang mengatakan) yaitu seorang manusia (kepada
saudaranya) yaitu persaudaraan Islam yang telah berbuat kepada kebaikan
(jazakallah khairan) yaitu semoga Allah menentukan kebaikan untukmu dan
memberikan pahala atasnya, yaitu aku memohon dari Allah untuk melakukan itu
denganmu (maka sungguh ia telah melebihkan di dalam pujian) yaitu ia telah berbuat
lebih di dalam pujian itu dan telah mengerahkan usahanya di dalam pembalasannya
terhadapnya dengan menyebutkannya dengan kebaikan dan permintaanya untuknya
dari Allah Ta’ala pahala yang besar, dan jika digabungkan hal itu dengan jenis
apa yang telah ia lakukan kepadanya, niscaya ini akan lebih sempurna apa yang
disebutkan oelh riwayat ini, tetapu disebutkan di akhir hadits,
yang menjelaskan bahwa mencukupkan dengan doa, maka sesungguhnya ini adalah
ketika tidak sanggup untuk membalas seperti apa yang telah ia lakukan kebaikan
kepadanya. Kemudian sesungguhnya doa yang disebutkan di dalam hadis hanya untuk
seorang muslim sebagaimana yang telah ditetapkan, adapun kalau ada seorang
kafir berbuat kebaikan kepada seorang muslim maka ia mendoakannya agar
mendapatkan harta, anak, kesehatan dan ‘afiyah.” Lihat kitab Faidh Al Qadir,
1/526.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « مَنِ اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ
فَأَعِيذُوهُ وَمَنْ سَأَلَ بِاللَّهِ فَأَعْطُوهُ وَمَنْ دَعَاكُمْ فَأَجِيبُوهُ
وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا
تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ ».
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meminta
perlindungan dengan menyebut nama Allah maka lindunglah ia, barangsiapa yang
meminta dengan menyebut nama Allah maka berilah ia, barangsiapa yang mengundang
kalian maka hadirilah (undangannya), dan barangsiapa yang berbuat kepada kalian
kebaikan maka balaslah, jika ia tidak mendapati sesuatu untuk membalasnya, maka
doakanlah ia, sampai kalian melihat bahwa kalian sudah membalasnya.’ HR. Abu
Daud. Wallahu a’lam. Semoga terjawab pertanyaan pada judul dan semoga
bermanfaat.
Ahad, 4 Muharram 1434H, Dammam Arab Saudi
Jazakallah Khoiron, Membalas Orang Lain yang Berbuat Baik
بسم
الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين, وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد
وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:
Tulisan ini menyebutkan tentang bagaimana sikap seorang muslim
memberikan ucapan sebagai tanda penghargaan atas kebaikan orang lain.
Berterima kasih atas
pemberian orang lain adalah tanda bersyukur kepada Allah Ta’ala
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ
النَّاسَ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak bersyukur kepada Allah
seorang yang tidak bersyukur kepada manusia.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, 1/702.
Penjelasan yang sangat
menarik
Berkata Al Khaththaby rahimahullah:
هذا يتأول على وجهين:
أحدهما: أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له.
والوجه الآخر: أن الله سبحانه لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه إذا كان العبد لا يشكر إحسان الناس ويكفر معروفهم. اهـ
أحدهما: أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له.
والوجه الآخر: أن الله سبحانه لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه إذا كان العبد لا يشكر إحسان الناس ويكفر معروفهم. اهـ
“Hadits ini ditafsirkan dengan dua makna:
Pertama: “Bahwa barangsiapa yang tabiat dan kebiasaannya adalah
kufur terhadap nikmat (kebaikan) orang dan tidak bersyukur atas kebaikan
mereka, maka niscaya termasuk kebiasaannya adalah kufur terhadap nikmat Allah
Ta’ala dan tidak bersyukur kepada-Nya.
Kedua: “Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak menerima
syukurnya seorang hamba atas kebaikan-Nya kepadanya, jika seorang hamba tidak
bersyukur kepada kebaikan orang lain dan kufur terhadap kebaikan mereka.”
Lihat kitab Sunan Abu Daud dengan Syarah Al Khaththaby, 5/ 157-158.
Beberapa cara membalas
kebaikan dan pemberian orang lain
1. Membalas pemberian tersebut
2. Memuji orang tersebut
3. Mengucapkan Jazakallah khairan kepada orang tersebut
4. Mendoakan orang tersebut
2. Memuji orang tersebut
3. Mengucapkan Jazakallah khairan kepada orang tersebut
4. Mendoakan orang tersebut
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أُعْطِىَ عَطَاءً
فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ بِهِ فَمَنْ أَثْنَى بِهِ
فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ ».
Artinya: “Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan
sebuah hadiah, lalu ia mendapati kecukupan maka hendaknya ia membalasnya, jika
ia tidak mendapati maka pujilah ia, barangsiapa yang memujinya, maka sungguh ia
telah bersyukur kepadanya, barangsiapa menyembunyikannya sungguh ia telah
kufur.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al
Ahadits Ash Shahihah, no. 617.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ أَتَى إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ
فَلْيُكَافِئْ بِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَلْيَذْكُرْهُ فَمَنْ ذَكَرَهُ فَقَدْ
شَكَرَهُ وَمَنْ تَشَبَّعَ بِمَا لَمْ يَنَلْ فَهُوَ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُورٍ ».
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan kepadanya sebuah
kebaikan, hendaklah ia membalasnya dan barangsiapa yang tidak sanggup maka
sebutlah (kebaikan)nya, dan barangsiapa yang menyebut (kebaikan)nya, maka
sungguh ia telah bersyukur kepadanya dan barangsiapa yang puas dengan sesuatu
yang tidak ia miliki, maka ia seperti seorang yang memakai pakaian palsu.” HR.
Ahmad dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Taghib Wa At
Tarhib, no 974.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَتِ
الْمُهَاجِرُونَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبْتِ الْأَنْصَارُ بِالْأَجْرِ كُلِّهِ،
مَا رَأَيْنَا قَوْمًا أَحْسَنَ بَذْلًا لَكَثِيرٍ، وَلَا أَحْسَنَ مُوَاسَاةٍ فِي
قَلِيلٍ مِنْهُمْ، وَلَقَدْ كَفَوْنَا الْمُؤْنَةَ؟ قَالَ: «أَلَيْسَ تُثْنُونَ
عَلَيْهِمْ بِهِ، وَتَدْعُونَ اللهَ لَهُمْ؟» قَالُوا: بَلَى قَالَ: «فَذَاكَ
بِذَاكَ»
Artinya: Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Berkata Kaum
Muhajirin: “Wahai Rasulullah, kaum Anshr pergi dengan (membawa) pahala
seluruhnya, kami tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik pemberiannya
dengan sangat banyak, tidak pernah lebih baik tengga rasanya dala perihal yang
sedikit dibandingkan mereka, mareka telah mencukupkan kebutuhan kami?”, beliau
bersabda: “Bukankah kalian telah memuji mereka atas itu dan berdoa kepada Allah
untuk mereka?”, mereka menjawab: “Iya”, beliau berkata: “Maka itu dengan dengan
itu.” HR. An Nasai di dalam Sunan Al Kubra dan dishahihkan oleh Al Albani di
dalam kitab Shahih At Taghib Wa At Tarhib, no 977.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ
فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِى الثَّنَاءِ ».
Artinya: “Usamah bin Zaid berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang dibuatkan kepadanya kebaikan, lalu
ia mengatakan kepada pelakunya: “Jazakallah khairan (semoga Allah membalasmu
dengan kebaikan), maka sungguh ia telah benar-benar meninggikan pujian.” HR.
Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al jami’, no.
6368.
Berkata Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abady;
Berkata Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abady;
فَدَلَّ هَذَا الْحَدِيث عَلَى
أَنَّ مَنْ قَالَ لِأَحَدٍ جَزَاك اللَّه خَيْرًا مَرَّة وَاحِدَة فَقَدْ أَدَّى
الْعِوَض وَإِنْ كَانَ حَقّه كَثِيرًا. انتهى.
“Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan
kepada seseorang “Jazakallah khairan” sekali, sungguh ia telah menunaikan
gentian, meskipun haknya banyak.” Lihat kitab ‘Aun al Ma’bud.
Berkata Al Munawi rahimahullah:
Berkata Al Munawi rahimahullah:
(إذا قال الرجل) يعني الإنسان
(لأخيه) أي في الإسلام الذي فعل معه معروفا (جزاك الله خيرا) أي قضى لك خيرا
وأثابك عليه : يعني أطلب من الله أن يفعل ذلك بك (فقد أبلغ في الثناء) أي بالغ فيه
وبذل جهده في مكأفاته عليه بذكره بالجميل وطلبه له من الله تعالى الأجر الجزيل ،
فإن ضم لذلك معروفا من جنس المفعول معه كان أكمل هذا ما يقتضيه هذا الخبر ، لكن
يأتي في آخر ما يصرح بأن الاكتفاء بالدعاء إنما هو عند العجز عن مكافأته بمثل ما
فعل معه من المعروف.
ثم إن الدعاء المذكور إنما هو للمسلم كما تقرر ، أما لو فعل ذمي بمسلم معروفا فيدعو له بتكثير المال والولد والصحة والعافية
ثم إن الدعاء المذكور إنما هو للمسلم كما تقرر ، أما لو فعل ذمي بمسلم معروفا فيدعو له بتكثير المال والولد والصحة والعافية
“(Jika seorang mengatakan) yaitu seorang manusia (kepada
saudaranya) yaitu persaudaraan Islam yang telah berbuat kepada kebaikan
(jazakallah khairan) yaitu semoga Allah menentukan kebaikan untukmu dan
memberikan pahala atasnya, yaitu aku memohon dari Allah untuk melakukan itu
denganmu (maka sungguh ia telah melebihkan di dalam pujian) yaitu ia telah berbuat
lebih di dalam pujian itu dan telah mengerahkan usahanya di dalam pembalasannya
terhadapnya dengan menyebutkannya dengan kebaikan dan permintaanya untuknya
dari Allah Ta’ala pahala yang besar, dan jika digabungkan hal itu dengan jenis
apa yang telah ia lakukan kepadanya, niscaya ini akan lebih sempurna apa yang
disebutkan oelh riwayat ini, tetapu disebutkan di akhir hadits,
yang menjelaskan bahwa mencukupkan dengan doa, maka sesungguhnya ini adalah
ketika tidak sanggup untuk membalas seperti apa yang telah ia lakukan kebaikan
kepadanya. Kemudian sesungguhnya doa yang disebutkan di dalam hadis hanya untuk
seorang muslim sebagaimana yang telah ditetapkan, adapun kalau ada seorang
kafir berbuat kebaikan kepada seorang muslim maka ia mendoakannya agar
mendapatkan harta, anak, kesehatan dan ‘afiyah.” Lihat kitab Faidh Al Qadir,
1/526.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « مَنِ اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ
فَأَعِيذُوهُ وَمَنْ سَأَلَ بِاللَّهِ فَأَعْطُوهُ وَمَنْ دَعَاكُمْ فَأَجِيبُوهُ
وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا
تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ ».
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meminta
perlindungan dengan menyebut nama Allah maka lindunglah ia, barangsiapa yang
meminta dengan menyebut nama Allah maka berilah ia, barangsiapa yang mengundang
kalian maka hadirilah (undangannya), dan barangsiapa yang berbuat kepada kalian
kebaikan maka balaslah, jika ia tidak mendapati sesuatu untuk membalasnya, maka
doakanlah ia, sampai kalian melihat bahwa kalian sudah membalasnya.’ HR. Abu
Daud. Wallahu a’lam. Semoga terjawab pertanyaan pada judul dan semoga
bermanfaat.
Ahad, 4 Muharram 1434H, Dammam Arab Saudi
Nama dan Nasab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki beberapa nama, yaitu:
- Muhammad
- Ahmad
- Al Mahi
- Al ‘Aqib
- Al Hasyir
- Al Muqaffi
- Nabiyyur Rahmah
- Nabiyyut Taubah
- Khataman Nabiyyin
- Abdullah
Dalilnya, Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Ahzab: 40)
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا
“Dan bahwasanya tatkala Abdullah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya” (QS. Al Jin: 19)
Hadits Jabir bin Math’am,
إن لي أسماء : أنا محمد ، وأنا أحمد ، وأنا الماحي الذي يمحو الله بي الكفر ، وأنا الحاشر الذي يحشر الناس على قدمي ، وأنا العاقب
“Aku memiliki beberapa nama: Muhammad, Ahmad, Al Mahi (penghapus) karena denganku Allah menghapus kekufuran, Al Hasyir karena manusia di kumpulkan di atas telapak kakiku, dan Al ‘Aqib” (HR. Bukhari 4896, Muslim 2354)
Juga hadits Abu Musa Al ‘Asy-ari,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يسمي لنا أسماء . فقال ” أنا محمد ، وأحمد ، والمقفي ، والحاشر ، ونبي التوبة ، ونبي الرحمة “
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memberitahu kepada kami nama-nama beliau. Beliau bersabda: ‘Aku Muhammad, Ahmad, Al Muqaffi, Al Hasyir, Nabiyyur Rahmah, Nabiyyut Taubah‘” (HR. Muslim 2355).
Adapun kun-yah beliau adalah Abul Qasim, karena salah satu anak beliau bernama Al Qasim. Ini ditunjukkan oleh banyak hadits diantaranya:
سَمُّوْا باسمي ولا تَكَنَّوْا بكنيتي ، فإني أنا أبو القاسمِ
“Silakan memberi nama dengan namaku, namun jangan ber-kun-yah dengan kun-yah-ku. Kun-yah-ku adalah Abul Qasim” (HR. Bukhari 3114, Muslim 2133)
Ini adalah nama-nama beliau yang ditunjukkan secara sharih (lugas) oleh dalil-dalil. Namun banyak diantara para ulama juga menambahkan nama-nama lain untuk beliau, yang diambil dari setiap sifat yang dinisbatkan kepada beliau. Sebagaimana perkataan Imam Al Baihaqi : “Sebagian ulama menambahkan, mereka mengatakan bahwa Allah telah menyebut beliau dengan sebutan:
- Rasul
- Nabi
- Ummiy
- Syaahid
- Mubasyir
- Da’i ilallah bi idznihi
- Sirajun Munir
- Ra’ufur Rahim
- Mudzakkir
- Allah juga menjadikannya sebagai Rahmah, Ni’mah, dan Haadi“
Dan sebenarnya masih banyak lagi sifat-sifat beliau jika kita ingin memasukkannya ke dalam deretan nama beliau, diantaranya ash shadiq, al mashduq, sayyidu waladi adam, sayyidul mursalin, al amin, al musthafa, dan banyak lagi. Oleh karena itu para ulama berselisih pendapat mengenai jumlah nama beliau.
Adapun pendapat sebagian ulama bahwa Yaasin dan Thaha adalah termasuk nama beliau, ini dilandasi oleh sebuah riwayat:
إِنَّ لِي عِنْدَ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَشْرَةَ أَسْمَاءٍ» قَالَ: أَبُو الطُّفَيْلِ: قَدْ حَفِظْتُ مِنْهَا ثَمَانِيَةً: مُحَمَّدٌ , وَأَحْمَدُ , وَأَبُو الْقَاسِمِ , وَالْفَاتِحُ , وَالْخَاتَمُ , وَالْمَاحِي , وَالْعَاقِبُ , وَالْحَاشِرُ قَالَ أَبُو يَحْيَى التَّيْمِيُّ: وَزَعَمَ سَيْفٌ أَنَّ أَبَا جَعْفَرٍ قَالَ لَهُ: إِنَّ الِاسْمَيْنِ الْبَاقِيَيْنِ: طَهْ , وَيَاسِينُ
“Di sisi Rabb-ku Azza Wa Jall aku memiliki 10 nama (Abu Thufail -rawi hadits- mengatakan, aku hanya hafal 8) yaitu, Muhammad, Ahmad, Abul Qasim, Al Fatih, Al Khatam, Al Mahi, Al ‘Aqib, Al Hasyir.
Abu Yahya At Taimi berkata: Saif (bin Wahb) mengklaim bahwa Abu Ja’far berkata kepadanya: ‘Dua nama yang tersisa adalah Thaha dan Yasin’”
(Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Al Ajurri dalam kitab Asy Syari’ah no.1015)
Sanad hadits ini lemah karena ada perawi bernama Saif bin Wahb dan Abu Yahya At Taimi (Isma’il bin Ibrahim) yang keduanya berstatus dhaif (Al Mizan 3645, At Tahdzib 518). Sehingga status hadits ini adalah lemah. Sebagaimana Ibnu ‘Adi mendhaifkan hadits ini dalam Al Kamil (4/509), Al ‘Iraqi mendhaifkan hadits ini dalam Takhrij Al Ihya (2/471). Dengan demikian kita tidak bisa mengatakan bahwa Yaasin dan Thaha adalah termasuk nama beliau.
Adapun nasab, beliau adalah anak dari Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Sampai disini, tidak ada perbedaan diantara para ulama. Adnan dipastikan merupakan keturunan Nabi Isma’il, namun para ulama berselisih pendapat mengenai silsilah nasab dari Adnan hingga Nabi Isma’il.
Seluruh orang arab dari negeri Hijaz memiliki keterkaitan dengan nasab beliau tersebut. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ قَوْلِهِ: {إِلَّا المَوَدَّةَ فِي القُرْبَى} [الشورى: 23]- فَقَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ: قُرْبَى آلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: عَجِلْتَ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ بَطْنٌ مِنْ قُرَيْشٍ، إِلَّا كَانَ لَهُ فِيهِمْ قَرَابَةٌ، فَقَالَ: «إِلَّا أَنْ تَصِلُوا مَا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ مِنَ القَرَابَةِ»
“Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhuma, ketika beliau ditanya mengenai ayat ‘kecuali kasih sayang dalam qurbaa (kekerabatan)‘. Sa’id bin Jubair menafsirkan qurbaa maknanya ‘keluarga Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam‘. Ibnu Abbas berkata: ‘Engkau terburu-buru dalam menafsirkan. Karena sesungguhnya antara tidak ada keturunan orang quraisy kecuali ia memiliki kekerabatan dengan beliau. Maknanya adalah: ‘kecuali adanya keterkaitan antara aku dan kalian dalam kekerabatan‘” (HR. Bukhari 4818)
Nasab beliau tersebut adalah nasab yang baik, dari awal hingga akhirnya, tidak ada sedikitpun terdapat kebejatan padanya. Sebagaimana diriwayatkan secara mursal dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :
خرجت من نكاح ، و لم أخرج من سفاح ، من لدن آدم إلى أن ولدني أبي و أمي ، لم يصبني من سفاح الجاهلية شيء
“Aku lahir dari pernikahan dan tidaklah Aku dilahirkan dari perzinaan. Mulai dari Nabi Adam sampai pada ayah ibuku. Tidak ada kebejatan Jahiliyah sedikitpun dalam nasabku” (HR. Ath Thabrani 4728, dalam Shahih Sirah Nabawiyah(1/10) Al Albani mengatakan sanadnya mursal jayyid)
Oleh karena itulah kita katakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam lahir dari nasab terbaik. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
بعثت من خير قرون ابن آدم ، قرنا فقرنا ، حتى كنت من القرن الذي كنت فيه
“Aku diutus dari keturunan bani Adam yang terbaik pada setiap kurunnya, hingga sampai pada kurun dimana aku dilahirkan” (HR. Bukhari 3557)
Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إنَّ اللهَ اصطفَى كِنانةَ من ولدِ إسماعيلَ . واصطفَى قريشًا من كنانةَ . واصطفَى من قريشٍ بني هاشمَ . واصطفاني من بني هاشمَ
“Allah telah memilih Kinanah dari keturunan Isma’il, dan memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan memilih aku dari keturunan Bani Hasyim” (HR. Muslim 2276)
Demikian paparan yang sedikit ini, Semoga shalawat serta salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam keluarga, para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti sunnahnya hingga hari akhir.
Rujukan utama: Shahih Sirah Nabawiyah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
—
Langganan:
Postingan (Atom)