#header img { max-width: 99%; max-height:90%; margin:1px 1px;padding:0px;} .post img { vertical-align:bottom; max-width:90%; max-height:90% } #navigation img { vertical-align:bottom; max-width:80%; }

Jumat, 30 November 2012

ilmuwan yang menjadi ulama

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, ulama asal Mesir ini adalah di antara ulama yang dulunya seorang ilmuwan. Ulama kelahiran 1945 ini pernah menyelesaikan kuliah di Teknik Mesin (strata 1, S1) pada tahun 1977. Beliau juga telah menghafalkan Al Qur’an. Dan beliau di antara ulama-ulama yang mengambil faedah dari Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullah di Yaman.
Selama empat tahun dari tahun 1400 - 1404 H, beliau hafizhohullah belajar pada Syaikh Muqbil. Banyak sekali faedah ilmu yang didapat selama rentan waktu tersebut.
Setelah melalui rihlah di Yaman, beliau kembali ke Mesir. Di sana beliau mendirikan masjid kecil dan mulai mengajar di halaqoh. Beliau pertama kali mengajarkan kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, kitab tafsir, juga fikih. Beberapa murid dari dalam maupun luar Mesir akhirnya menghadiri majelis beliau. Sehingga ketika telah banyak murid yang menghadiri majelis, beliau mendirikan masjid besar ditambah dengan maktabah atau perpustakaan besar.
Beliau punya beberapa karya dalam bentuk buku. Beliau menulisnya dalam berbagai bidang, ada fikih, hadits, mustholah hadits dan tafsir.  Di antara karya beliau dalam bidang tafsir Qur’an yang dinamakan At Tashiil wa Ta’wil. Beliau menjelaskan tafsir dalam kitab tersebut dengan sederhana dalam bentuk tanya jawab, mulai dari surat Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa’, An Nuur, Al Hujurat, Al Qoshosh, Yusuf, Juz ‘Amma dan Juz Tabaarok. Dalam bidang fikih beliau memiliki kitab Al Jaami’ li Ahkaamin Nisa’ dalam lima jilid dan kitab Al Jaami’ Al ‘Aam fil Fiqhi wal Ahkaam. Dalam hadits beliau punya kitab Ash Shahih Al Musnad min Ahadits Al Fitan wa Asyrotis Saa’ah, Ash Shahih Al Musnad min Adzkaril Yaum wal Lailah, Ash Shahih Al Musnad fii Fadho-il Ash Shohabah, Ash Shahih Al Musnad min Al Ahaadits Al Qudsiyah. Dalam ilmu mustholah hadits, beliau memiliki kitab As-ilah wa Ajwibah fii ‘Ilmi Mustholahil Hadits. Masih banyak karya lainnya, ditambah dengan kitab-kitab kecil dan juga beberapa kitab tahqiq.
Semoga Allah menjaga beliau, memberkahi ilmu dan umur beliau dalam kebaikan dan ketaatan. Semoga kita pun bisa mengambil pelajaran bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar ilmu agama. Lihatlah Syaikh Al Adawi, setelah lulus dari Teknik Mesin barulah beliau melakukan rihlah dengan belajar langsung pada Syaikh Muqbil. Jadi tidak ada kata terlambat untuk mengenal Islam lebih dekat.

Referensi:
http://www.yemen-sound.com/vb/showthread.php?t=146215

Di pagi hari saat hujan rintik @ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 15 Muharram 1434 H
www.rumaysho.com

Neraka haram bagi yang mengucapkan laa ilaha illallah

mengucapkan_laa_ilaha_illallahMengucapkan kalimat laa ilaha illallah begitu mudahnya di lisan. Namun sebenarnya tidak cukup seperti itu. Karena mengucapkannya tanpa diiringi keyakinan, mengucapkan tapi malah gemar mewariskan kesyirikan, tentu tiada manfaat. Kalimat tersebut baru bermanfaat ketika diyakini maknanya, diucapkan lalu dijalankan konsekuensinya dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi perbuatan syirik.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari ‘Itban bin Malik bin ‘Amr bin Al ‘Ajlan Al Anshori, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah” (HR. Bukhari no. 425 dan Muslim no. 33).
Maksud hadits di atas bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan  barangsiapa mengucapkan kalimat laa ilaha illallah dengan ikhlas dan melaksanakan konsekuensinya yaitu menjauhi kesyirikan dan mengamalkan kalimat tadi secara lahir dan batin, dan mati dalam keadaan demikian, maka neraka tidak akan menyentuhnya pada hari kiamat kelak. Demikian kata Syaikhuna Dr. Sholih Al Fauzan dalam kitab beliau Mulakhos fii Syarh Kitab Tauhid, hal. 28.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim Al Hambali berkata, “Hadits ini menunjukkan hakikat makna laa ilaha illallah. Barangsiapa yang mengucapkan kalimat tersebut dengan mengharap wajah Allah, maka ia harus mengamalkan konsekuensi kalimat tersebut yaitu mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan. Balasannya bisa diperoleh jika terpenuhinya syarat dan terlepasnya halangan.” (Hasyiyah Kitab Tauhid, hal. 28).
Penulis Fathul Majid -Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh- menyampaikan perkataan yang patut kita ingat, “Kebanyakan orang mengucapkan kalimat laa ilaha illallah namun tidak ikhlas kepada Allah. Banyak yang mengucapnya namun hanya ikut-ikutan dan sekedar jadi adat kebiasaan, namun tidak pernah dirasakan lezatnya iman di hati kala keluar di lisan. Dan kebanyakan yang disiksa di alam kubur adalah orang-orang semacam ini yaitu sebagaimana dikatakan dalam hadits “Aku mendengar orang-orang mengucapkannya, maka aku pun ikut mengucapkannya”. Jadi mayoritas amalan orang semacam ini hanyalah taqlid buta (ikut-ikutan saja) dan mengekor orang-orang semisalnya. Mereka semisal yang dikatakan dalam firman Allah,
إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka” (QS. Az Zukhruf: 23).” (Fathul Majid, hal. 62). Nas-alullah salamah min hadzal fitan, kita memohon kepada Allah keselamatan dari fitnah semacam ini.
Jadi, mengucapkan kalimat tersebut bukan hanya di lisan, namun hendaknya diiringi dengan keyakinan di hati, lalu ditambah menjalankan konsekuensi kalimat tersebut dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi segala macam syirik.
Beberapa faedah yang bisa digali dari hadits di atas:
1- Menunjukkan keutamaan orang yang bertauhid dan tidak berbuat syirik bahwasanya ia akan diselamatkan dari siksa neraka dan juga dihapuskan dosa.
2- Iman tidaklah cukup dengan ucapan namun harus diiringi dengan i’tiqod (keyakinan) dalam hati. Jika hanya diucap saja, tidak di batin, maka itu sama halnya dengan orang munafik.
3- Iman juga tidak bermanfaat jika hanya i’tiqod (keyanikan) di hati tanpa ada ucapan sebagaimana keadaan orang-orang jaahid (yang menentang).
4- Neraka haram bagi orang yang memiliki tauhid yang sempurna.
5- Amal tidaklah bermanfaat jika tidak diiringi dengan ikhlas mengharap wajah Allah dan mengikuti sunnah Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
6- Barangsiapa mengucapkan kalimat laa ilaha illalah namun ia beribadah kepada selain Allah sebagaimana halnya ibadah quburiyun, maka tidak bermanfaat kalimat tersebut.
7- Allah memiliki sifat wajah yang layak bagi Allah sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.
Demikian, semoga Allah memudahkan kita menjadi ahli tauhid dan menjauhi kesyirikan. Wallahul muwaffiq.

Referensi:
Al Mulakhosh fii Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, 1422 H.
Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, terbitan Darul Ifta’, cetakan ketujuh, 1431 H.
Hasyiyah Kitab At Tauhid, Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim, cetakan keenam, tahun 1432 H.

@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 13 Muharram 1434 H
www.rumaysho.com

Kamis, 29 November 2012

Islam Di Negeri Jiran

Negara ini merupakan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia di sebelah barat, tepatnya di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. Ulasan sekilas ini akan membahas tentang Negeri Jiran, Malaysia. Tepatnya, kehidupan keislaman di negeri Malaysia. Secara akar budaya, mayoritas warga asli Malaysia adalah keturunan Melayu. Warga Malaysia keturunan India dan Cina berjumlah lebih sedikit dibandingkan warga Melayu. Peraturan ditegakkan, fasilitas ditambahkan Semaraknya agama Islam di Malaysia sangat didukung oleh peran serta pemerintah dalam penetapan peraturan dan penyediaan fasilitas-fasilitas ibadah dan keagamaan yang memadai. Di Malaysia, pembangunan setiap masjid harus memperoleh izin dari pemerintah. Jadi, Anda jangan heran bila dalam sebuah kompleks perumahan hanya ada satu masjid. Walhasil, kegiatan keislaman pun berpusat di masjid tersebut, mulai dari shalat berjamaah, sekolah agama untuk anak-anak sekolah rendah (di Indonesia, “sekolah rendah” disebut dengan “sekolah dasar”), hingga pengajian rutin ibu-ibu. Sedikit berbicara tentang sekolah agama, di Malaysia, warga negara Malaysia maupun warga negara asing yang beragama Islam boleh memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah kerajaan (sekolah negeri) atau sekolah swasta Islam. Bedanya, di sekolah kerajaan, anak-anak tidak mendapat pelajaran Bahasa Jawi dan Bahasa Arab. Sedikit berbicara tentang sekolah agama, di Malaysia, warga negara Malaysia maupun warga negara asing yang beragama Islam boleh memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah kerajaan (sekolah negeri) atau sekolah swasta Islam. Selain itu, para orang tua biasanya juga akan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah agama di sekitar tempat tinggal mereka. Dengan biaya yang sangat terjangkau, sekitar pukul 03.00 hingga pukul 05.30 sore, anak-anak bisa mendapat beragam pelajaran agama, seperti: akidah, fikih, bahasa Arab, dan lain-lain. Sebagaimana sekolah formal, sekolah agama yang berbentuk nonformal ini membuka kelasnya setiap Senin hingga Jumat. Mazhab negara dan mufti negeri Di Malaysia, tidak sembarang orang bisa bebas berbicara dan menetapkan keputusan agama. Untuk agama Islam, pemerintah telah mengatur bahwa Malaysia memiliki seorang mufti (pemberi fatwa). Selain itu, setiap negara bagian juga memiliki mufti. Pemberian fatwa keagamaan Islam hanya berhak dilakukan oleh mufti. Salah satu contoh peran mufti adalah dalam penetapan tanggal 1 Syawal. Penetapan 1 Syawal hanya berhak dilakukan oleh mufti negeri. Oleh karena itu, di Malaysia, tidak kita jumpai masyarakat yang berhari raya Idul Fitri pada hari yang berbeda-beda. Semuanya berada dalam satu komando pemerintah. Sebuah negara bagian yang bernama “Perlis” Pemerintah Malaysia memiliki sistem kontrol yang baik dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Dengan sebab itulah, alhamdulillah, kaum muslimin di Malaysia dapat menyantap makanan dan minuman dengan tenang, karena pemerintah Malaysia sangat ketat menyortir antara makanan halal dan makanan haram. Di hypermart, misalnya, makanan dan minuman yang haram dikonsumsi bagi umat Islam akan diletakkan dalam satu area tersendiri dan diberi peringatan “TIDAK HALAL”. Selain itu, kawasan judi pun terlarang untuk didatangi oleh umat Islam, sebagaimana di sebuah kawasan judi yang cukup besar di daerah wisata Genting Highland. Setiap orang yang ingin memasuki area judi di sana akan diperiksa identity card-nya. Hanya orang nonmuslim yang boleh masuk ke sana. Bahkan, saking ketatnya menjaga kehidupan keislaman di negerinya, pemerintah Malaysia menangkap 100 pasangan muslim yang merayakan Valentine Day pada Februari 2011 lalu. (link: http://www.antaranews.com/berita/246191/malaysia-tahan-muslim-yang-rayakan-valentine) Tak ketinggalan pula sistem negara yang menetapkan raja sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam struktur kenegaraan Malaysia pun, terdapat tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan. Setiap negara bagian juga memiliki raja, menteri besar (pemimpin negara bagian), dan mufti. Hampir seluruh negara bagian menetapkan Mazhab Syafi’i sebagai mazhab negerinya. Akan tetapi, ada satu negara bagian yang menetapkan “Ahlus Sunnah wal Jamaah As-Salafiyyah” sebagai mazhab negerinya. Dialah negeri Perlis. (link: http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0613&pub=Utusan_Malaysia&sec=Dalam_Negeri&pg=dn_11.htm) Bagaimana para perantau bisa lebih dekat kepada Islam? Warga Negara Indonesia (WNI) yang meneruskan studi di Malaysia cukup banyak. Komunitas masyarakat Indonesia pun tumbuh sumbur di berbagai negara bagian. Bukan hanya para mahasiswa, namun juga kumpulan ibu-ibu dan anak-anak. Kota tempat tinggal kami, Tronoh, pun demikian adanya. Ada sebersit hikmah bagi para perantau yang menjalani hidup di kota ini. Sebagian dari mereka justru menjadi lebih dekat kepada Islam semenjak merantau di Negeri Jiran ini. Kota kecil yang tidak ramai, pusat perbelanjaan yang jauh terletak di pusat kota, dan rutinitas yang terfokus pada kegiatan kampus semata, membuat waktu luang para perantau bisa dimanfaatkan untuk lebih dekat kepada Islam yang murni. Itulah Islam yang diambil dari kemurnian Alquran dan kemuliaan hadis-hadis nabawiyyah, yang disandingkan dengan pemahaman lurus para sahabat radhiallahu ‘anhum. Alhamdulillah, ada salah seorang mahasiswa S3 bidang keteknikan yang juga mumpuni dalam bidang agama Islam. Beliaulah yang membabat alas, sehingga rekan-rekan lain bisa berkumpul dua pekan sekali untuk mengkaji Kitabullah dan Sunnah nabawiyyah. Alhamdulillah, atas hidayah Allah kemudian atas usaha beliau, tak sedikit dari kawan-kawan Indonesia di sini yang malah mengenal manhaj salafi sejak berada di sini. Tak sedikit pula kawan-kawan Malaysia yang mendapat cahaya manhaj salafi dengan adanya kajian-kajian Islam yang disampaikan oleh mahasiswa S3 tersebut. Meski kini beliau telah kembali ke Tanah Air, Indonesia, tunas dakwah salafiah yang beliau tanam masih tetap berusaha dijaga oleh rekan muslimin Malaysia maupun Indonesia yang masih berada di sini. Tunas dakwah itu pun kini telah menjalar ke lingkungan para ibu-ibu Indonesia dan muslimah-muslimah Malaysia. Akhirulkalam, semoga keistiqamahan selalu menyertai kita, di mana pun kita berada. Malaysia, 12 Jumadil Ula 1432 H (16 April 2011), — Penulis: Abu Asiyah dan Ummu Asiyah Artikel www.muslim.or.id Dari artikel Islam Di Negeri Jiran — Muslim.Or.Id by null

Pergi Haji Berkali-Kali

Fatwa 1 فضيلة الشيخ: تتوق النفس للحج، ولكن نسمع كلمات من الناس لا ندري أهي صحيحة أم لا؟ يقولون: من حج فليترك المجال لغيره، مع أننا نعلم أن الله عز وجل أمرنا بالتزود، فهل هذا القول صحيح؟ وإذا كان ذهاب الإنسان للحج ربما نفع الله به عدداً كبيراً ـ سواء ممن يقدم إلى هذه البلاد أو من يصاحبهم من بلاده هو ـ فما تقولون وفقكم الله؟. الجواب: نقول: إن هذا القول ليس بصحيح، أعني القول: بأن من حج فرضه فليترك فرصة لغيره، لأن النصوص دالة على فضيلة الحج، وقد روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: تابعوا بين الحج والعمرة فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة. والإنسان العاقل يمكن أن يذهب إلى الحج ولا يؤذي ولا يتأذى إذا كان يسايس الناس، فإذا وجد مجالاً فسيحاً فعل ما يقدر عليه من الطاعة، وإذا كان المكان ضيقاً عامل نفسه وغيره بما يقتضيه هذا الضيق Pertanyaan: Saya sangat bersemangat untuk melakukan ibadah haji, tapi saya mendengar pernyataan dari orang-orang yang saya tidak tahu benar-tidaknya. Yaitu bahwa orang yang sudah pernah haji hendaknya memberi kesempatan pada yang lain. Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mencari bekal sebanyak-banyak untuk di akhirat kelak. Apakah pernyataan mereka itu benar? Bagaimana hukumnya jika seseorang yang diberi kelebihan oleh Allah pergi haji berkali-kali? Baik orang yang datang dari luar Saudi maupun orang yang tinggal di negeri Saudi. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjawab: Pernyataan tersebut tidak benar. Yang saya maksudkan adalah pernyataan bahwa orang yang sudah pernah menunaikan haji yang wajib hendaknya memberi kesempatan pada yang lain. Karena nash-nash yang ada menunjukkan tentang keutamaan ibadah haji. Diriwayatkan dari NabiShallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda: تابعوا بين الحج والعمرة فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة “Sandingkanlah haji dan umrah, karena keduanya menghilangkan kefaqiran dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Di shahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1200) Selain itu, orang yang berakal sangat mungkin untuk pergi haji tanpa mengganggu orang lain, dan tidak akan terjadi gangguan jika diatur dengan benar. Maka jika ada kesempatan yang lapang, hendaknya melakukannya sesuai kemampuan. Namun jika memang kesempatannya sempit, maka ia atau orang yang lain dapat melakukannya dengan menerima konsekuensi dari sempitnya kesempatan itu. Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=129748 Fatwa 2 السؤال…:… س: ما الأفضل: أن يحج المرء نافلة؟ أو أن يتصدق بماله الذي سينفقه على الحج؟ الإجابة…:… لا شك أن الحج أفضل لما فيه من العمل البدني والمالي، ولأنه من أسباب المغفرة، وفيه التعرض لنزول الرحمة والوقوف بالمشاعر المقدسة والتذكر والتفكر والاعتبار، لكن إن كان على الإنسان مشقة بدنية بحيث يعجز عن الطواف والرمي ببدنه -كانت الصدقة على المساكين بنفقة الحج أفضل من إعطائها لمن يحج بالأجرة، فإن أكثر من يحج بالأجرة إنما يقصد المال دون العمل الصالح فيكون عمله للدنيا. Pertanyaan: Mana yang lebih afdhal? Seseorang berhaji nafilah (sunnah) ataukah menyedekahkan harta yang akan dipakai untuk haji? Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al Jibrin menjawab: Tidak ragu lagi, berhaji lebih afdhal karena di dalamnya ada amalan badan sekaligus amalan harta. Dan juga karena ibadah haji adalah sebab datangnya ampunan. Di dalamnya juga terdapat sebab-sebab turunnya rahmat Allah, dan sebab-sebab pertahanan diri dari kebiasaan yang rusak. Di dalamnya juga ada dzikir, tafakkur, dan perenungan hikmah. Namun jika seseorang memiliki kesulitan fisik yang menyebabkan ia sulit thawaf atau sulit melempar jumrah, maka ketika itu bersedekah kepada orang miskin lebih utama daripada membayar orang untuk menghajikannya. Karena kebanyakan yang menghajikan orang lain itu niatnya demi mengharap harta bukan untuk beramal shalih, sehingga niat hajinya demi dunia. Sumber: http://forsanhaq.com/showthread.php?t=186067 Fatwa 3 أما تكرار الحج فهو مستحب إذا لم يترتب عليه أضرار بدنية بسبب الزحام الشديد والأخطار المترتبة على ذلك. فإذا كان هناك أضرار فترك الحج النافلة أفضل لاسيما وهناك أعمال خيرية كثيرة ومجال واسع لمن يريد الخير من إطعام المحتاجين وإعانة المعسرين والإسهام في المشاريع الخيرية النافعة. وأيضاً لا بد من التقيد بالأنظمة التي وضعتها الدولة لمصالح الحجاج كتحديد عدد الحجاج لكل دولة. فلا تجوز مخالفة هذا النظام والحج من غير ترخيص وتعريض الإنسان نفسه للمسئولية التي قد يرتكب بسببها محظورات في الإحرام. ولا يؤدي الحج على الوجه المطلوب بسبب كثرة الزحام مما يجعله يترخص في أداء المناسك فيكون حجة ناقصاً وقد يكون غير صحيح بسبب ما يترك من المناسك أو لا يؤديه على الوجه المطلوب. ولاسيما النساء لما يتعرضن له من الخطر الشديد والمشقة الصعبة. فمن أدى فرضه فالأولى أن لا يكرر الحج في هذه الظروف الصعبة ويترك المجال لغيره ممن لم يحج. قال الله تعالى: (وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَان)، وقال تعالى: (لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا)، وكما أسلفنا هناك مجالات واسعة لفعل الخير غير حج النافلة بإمكان المسلم أن يسهم فيها. وقد يكون أجرتها أعظم من حج النافلة. هذا لو كان الحج متيسراً فكيف إذا كان الحج متعسراً كما هو الحال في هذه الأزمان. Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan berkata: “Berhaji lagi setelah haji yang wajib hukumnya mustahab (dianjurkan). Jika tidak terdapat banyak kesulitan fisik yang disebabkan padatnya jama’ah yang sangat parah. Namun jika terdapat banyak kesulitan yang demikian, maka tidak haji nafilah itu lebih utama. Lebih lagi ada banyak kegiatan sosial dan juga wadah-wadah bagi orang yang menginginkan kebaikan. Bisa berupa memberi makan orang yang membutuhkan, membantu orang yang susah, atau ikut andil pada kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat. Selain itu juga, hendaknya memperhatikan pengaturan yang dibuat oleh pemerintah demi kemaslahatan jama’ah haji dalam hal quota per negara. Tidak boleh anda melanggar aturan ini dan juga tidak boleh pergi haji tanpa pemimpin rombongan resmi yang nantinya akan menimbulkan banyak masalah ketika ihram. Hal-hal yang seperti ini juga menyebabkan ibadah haji yang dilakukan tidak tertunaikan poin-poin yang wajibnya. Yaitu karena padatnya orang, sehingga manasik haji diperingkas. Sehingga hajinya menjadi kurang sempurna atau terkadang menjadi tidak sah karena meninggalkan poin-poin yang wajib. Lebih lagi kaum wanita yang berpotensi mendapatkan banyak bahaya, kesulitan dan kesusahan. Maka jika ia sudah berhaji sekali, hendaknya tidak berhaji lagi dengan adanya hambatan-hambatan tersebut. Sebaiknya ia memberi jatahnya pada orang yang belum pernah berhaji. Allah Ta’ala berfirman: وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَان ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran‘ (QS. Al Maidah: 2) Allah Ta’ala juga berfirman: لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا ‘Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya‘ (QS. Al Baqarah: 286) Sebagaimana sudah kami sampaikan sebelumnya. Banyak wadah-wadah untuk berbuat kebaikan selain haji nafilah yang bisa diikuti. Dan bahkan terkadang pahalanya lebih besar daripada haji nafilah. Ini jika memang berhaji itu mudah, maka bagaimana lagi jika berhaji itu sulit sebagaimana di zaman ini. ” Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2304 Fatwa 4 ما رأيكم في تكرار الحج مع ما يحصل فيه من الزحام واختلاط الرجال بالنساء فهل الأفضل للمرأة ترك الحج إذا كانت قد قضت فرضها ، وربما تكون قد حجت مرتين أو أكثر؟ لاشك أن تكرار الحج فيه فضل عظيم للرجال والنساء، ولكن بالنظر إلى الزحام الكثير في هذه السنين الأخيرة بسبب تيسير المواصلات، واتساع الدنيا على الناس، وتوفر الأمن، واختلاط الرجال بالنساء في الطواف وأماكن العبادة، وعدم تحرز الكثير منهن عن أسباب الفتنة، نرى أن عدم تكرارهن الحج أفضل لهن وأسلم لدينهن وأبعد عن المضرة على المجتمع الذي قد يفتن ببعضهن، وهكذا الرجال إذا أمكن ترك الاستكثار من الحج لقصد التوسعة على الحجاج وتخفيف الزحام عنهم، فنرجو أن يكون أجره في الترك أعظم من أجره في الحج إذا كان تركه له بسبب هذا القصد الطيب، ولاسيما إذا كان حجه يترتب عليه حج أتباع له قد يحصل بحجهم ضرر كثير على بعض الحجاج ؛ لجهلهم أو عدم رفقهم وقت الطواف والرمي وغيرهما من العبادات التي يكون فيها ازدحام، والشريعة الإسلامية الكاملة مبنية على أصلين عظيمين: أحدهما: العناية بتحصيل المصالح الإسلامية وتكميلها ورعايتها حسب الإمكان. والثاني: العناية بدرء المفاسد كلها أو تقليلها، وأعمال المصلحين والدعاة إلى الحق وعلى رأسهم الرسل عليهم الصلاة والسلام تدور بين هذين الأصلين وعلى حسب علم العبد بشريعة الله سبحانه وأسرارها ومقاصدها وتحريه لما يرضي الله ويقرب لديه، واجتهاده في ذلك يكون توفيق الله له سبحانه وتسديده إياه في أقواله وأعماله. واسأل الله عز وجل أن يوفقنا وإياكم وسائر المسلمين لكل ما فيه رضاه وصلاح أمر الدين والدنيا إنه سميع قريب Pertanyaan: Apa pendapat anda tentang pergi haji lagi (setelah haji yang wajib) padahal kita tahu di sana adanya kepadatan dan ikhtilat antara wanita dan lelaki. Apakah lebih utama meninggalkan hal itu jika memang sudah berhaji yang wajib? Karena terkadang seseorang berhaji dua kali atau lebih. Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab: Tidak diragukan lagi, pergi berhaji lagi itu memiliki keutamaan yang besar bagi lelaki dan wanita. Namun menimbang padatnya jama’ah haji beberapa tahun ini karena semakin mudahnya perizinan, semakin lapangannya materi pada umat, juga keamanan semakin terjamin, juga menimbang banyaknya ikhtilat antara wanita dan laki-laki ketika thawaf dan di tempat-tempat ibadah, tanpa adanya kewaspadaan dari mereka, yang bisa menyebabkan terjadinya fitnah. Saya berpandangan, tidak berhaji lagi itu lebih utama dan lebih selamat serta lebih jauh dari mudharat bagi masyarakat yang kadang sebagiannya terkena fitnah. Demikian juga bagi lelaki, jika memungkinkan sebaiknya ia tidak pergi haji lagi agar para jama’ah haji (yang wajib) lebih longgar dan kepadatan berkurang. Mudah-mudahan tidak berhaji lagi jika dengan niat yang baik ini, lebih besar pahalanya daripada berhaji lagi. Lebih lagi jika hajinya malah menimbulkan mudharat bagi jama’ah haji lain, karena kejahilan dan kurangnya sikap lemah-lembut, semisal ketika thawaf atau melempar jumrah, dan ibadah yang lain, yang menimbulkan kemacetan. Padahal syariat Islam itu syariat yang sempurna. Yang dibangun atas dua landasan agung yaitu: Memberikan perhatian serius untuk menggapai maslahah Islamiyah, menyempurnakan dan menjaganya sebisa mungkin Memberikan perhatian serius untuk mencegah seluruh kerusakan atau sebagiannya. Amal orang-orang shalih dan para da’i yang mengajak pada kebenaran dan pada ajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berporos pada dua landasan ini. Amal mereka juga menimbang pada ilmu syariah, hikmah-hikmahnya, maqashid syariah, demi menggapai apa yang diridhai oleh Allah atau mendekati itu. Ijtihad mereka dengan hal itu merupakan taufiq dari Allah Ta’ala kepadanya dalam perkataan dan perbuatan. Kami memohon kepada Allah Azza Wa Jalla agar melimpahkan hidayahnya kepada kami dan anda sekalian dan juga seluruh kaum muslimin pada apa yang Ia ridhai dan pada jalan yang benar dalam beragama serta dalam kehidupan dunia. Sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi dekat. Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/652 — Dari artikel Pergi Haji Berkali-Kali — Muslim.Or.Id by null

Rabu, 28 November 2012

Ramadhan di Tengah Musim Panas Negeri Inggris Dari artikel Ramadhan di Tengah Musim Panas Negeri Inggris

Ramadhan, 26/07/2012 –Beberapa menit yang lalu, ketika saya baru saja membuka akun hootsuite saya, saya terhenyak ketika membaca TL dari Eos Chater (pemain violin Inggris dalam grup band classical crossover music “Bond”), yang menuliskan kekagumannya terhadap tukang angkut barang yang membawakan barang-barang pindahannya. Di Inggris saat ini –yang kebetulan menjelang pembukaan Olimpiade London 2012- suasananya panas, sehingga bisa membuat gerah setiap orang yang bekerja fisik dengan keras. Eos bercerita, “My removals man today was fasting and it’s SOOO hot and he was carrying boxes and he wasn’t allowed any water nor nuffink*. Superstrength.” “Laki-laki yang bekerja membawakan barang-barang pindahan saya hari ini, sedang berpuasa. Suasananya benar-benar sangat panas, sedangkan dia tetap saja membawa berboks-boks barang dan tetap tidak mau diberi air minum atau apapun. Benar-benar berkekuatan super ” Serta merta saya tanyakan langsung pada Eos, apakah beliau (tukang yang membawa barang-barang pindahan Anda itu) adalah muslim? Eos pun langsung menjawab, “Yes”. Hal di atas menunjukkan kepada kita bahwa orang yang istiqomah, akan menjadi terhormat di hadapan manusia, termasuk di hadapan orang-orang kafir ahli maksiat. Persis dengan nasehat Syaikh Muqbil yang pernah saya baca dulu bahwa orang-orang yang menjaga prinsip Islam yang benar, kadang bahkan akan dipandang baik oleh orang kafir sekalipun. Siapa orang Inggris yang tidak mengenal Eos? Lulusan Royal College of Music di London ini terkenal sebaai musisi sejak ikut bekerjasama denganThe Divine Comedy, Cocteau Twins, Julian Cope, Gabrielle dan Mark Knopfler. Kemudian, namanya melambung ketika bersama Gay Yee Westerhoff, Tania Davis, dan Haylie Ecker membentuk kuartet “Bond”. Dengan “Bond” inilah dia tur keliling dunia, termasuk Indonesia. Dan di tengah kehidupannya yang “royal” tersebut, dia masih terhenyak kagum melihat seorang muslim yang teguh berpendirian. Tunggu dulu teman, puasa di Inggris tidak seperti di Indonesia. Saat ini, rentang waktu puasa di Inggris bisa mencapai 18 jam. Oleh karena itu, ketika mendengar kabar adanya seorang muslim Inggris dengan pekerjaannya yang berat, tetapi masih tetap menjaga puasa, bagi saya itu merupakan hal yang luar biasa. Berkebalikan dengan banyak atlet muslimOlimpiade London 2012, yang hanya karena ingin meraih medali, mereka mengorbankan harga diri mereka dengan tidak berpuasa. Bahkan, saya sangat terkejut ketika membaca berita beberapa waktu yang lalu bahwa mereka menganggap alasan tidak berpuasa yang mereka lakukan merupakan alasan yang dibenarkan, dan mereka akan menggantinya dengan fidyah. Allahu musta’an. Apakah serendah itukah para atlet itu menghinakan dirinya sendiri? Yang lebih menyedihkan, para atlet Olimpiade yang memutuskan tidak berpuasa tersebut bukanlah atlet muslim berkewarganegaraan negara kafir, tetapi justru dari nagara-negara muslim, termasuk sebagiannya dari negara-negara Arab. Kita tidak perlu terlalu larut mengurusi atlet-atlet tak berpendirian tersebut. Namun, sebagai penduduk Indonesia, kita perlu bersyukur bahwa iklim daerah kita sejuk sehingga puasa tidak terasa berat. Di awal Ramadhan beberapa hari yang lalu, ada kawan yang bercerita bahwa rentang waktu puasa di negara-negara belahan utara Eropa seperti Finlandia danDenmark bisa mencapai 20 jam lebih. Teman di Winconsin bercerita bahwa di daerahnya mencapai 16 jam. Demikian pula di Toronto, California dan Ohio. Ada juga kawan di Washington yang bercerita kalau waktu puasa di tempatnya sampai 17 jam. Dalam variasi waktu yang berbeda-beda (dan lebih lama dibanding Indonesia) itu, saudara-saudara kita tersebut tetap dapat menikmati suasana puasa dan bangga dengan hal itu meski tinggal di lingkungan orang-orang kafir. Lalu, bagaimana dengan kita di negeri khatulistiwa yang penuh kesejukan dan rentang waktu puasa yang relatif pendek ini? Bukankah kita sepatutnya lebih banyak bersyukur? Kita Lebih Baik di Sini daripada di Inggris, tetapi … Di antara nikmat yang kita rasakan adalah kita lahir dan hidup di negara berpenduduk muslim, berbeda dengan saudara-saudara kita sesama muslim yang tinggal di negeri kafir, seperti Inggris –misalnya-. Pernah suatu waktu, ada kawan facebook dari Inggris mengirim message menanyakan living cost, dan biaya-biaya lain yang dibutuhkan untuk tinggal di Indonesia. Meskipun di negara maju, ia merasa tidak nyaman tinggal di tengah-tengah komunitas kafir sehingga ingin hijrah ke negeri muslim. Ini benar-benar sangat berkebalikan dengan sebagian masyarakat Indonesia yang kebarat-baratan, dan berlomba-lomba untuk mengunjungi negara-negara kafir tersebut, bukan untuk hajah yang diperlukan umat, tetapi sekadar wisata. Ada pula yang ingin studi, tetapi niat studinya bukan untuk memajukan kaum muslimin selepas lulus, tetapi sekadar gengsi kuliah di luar negeri, karir dan pekerjaan pribadi semata. Jangankan saat berkunjung ke luar negeri, di dalam negeri saja banyak masyarakat muslim di sekitar kita yang enggan menampakkan syiar-syiar Islam, bahkan kadang mencemoohnya. Laki-laki berjenggot dibilang seperti kambing, sedangkan yang bercelana di atas mata kaki dibilang kebanjiran. Sementara itu, wanita muslimah yang berhijab menutup muka sebagaimana pakaian istri-istri nabi, justru dipandang sinis. Kondisi ini, bila dibandingkan dengan kondisi teman-teman di Inggris yang telah mengenal sunnah, benar-benar membuat hati merasa prihatin. Mereka bangga menampakkan identitas muslim dengan berjenggot bagi laki-laki atau berhijab bagi wanita. Maka, masyarakat Inggris jika melihat laki-laki berpakaian jubah dan berjenggot, langsung bisa menebak bahwa dia adalah muslim. Demikian pula, di saat melihat wanita berhijab gelap, mereka akan mengatakan bahwa dia adalah wanita muslimah. Artinya, beda antara orang kafir dan orang muslim benar-benar terlihat jelas. Nah, coba bandingkan apakah kita bisa mudah membedakan mana laki-laki muslim atau kafir di negara kita ketika kita sedang berjalan di keramaian, di negara kita ini? Saya pun pernah bertanya pada kawan di Inggris, apakah masyarakat Inggris sedemikian anti dengan Islam, apalagi yang mendakwahkan manhaj salaf? Spontan, kawan saya ini mengatakan “tidak”. Hanya saja, masyarakat Inggris belum bisa membedakan istilah khariji dan wahabi. Masalahnya, di Inggris banyak juga kaum muslimin yang terpengaruh pemikiran khawarij dan menjadi benih teroris, serta ada pula yang menjuluki dakwah sunnah sebagai wahabi. Yang menarik, para muslimah Inggris yang telah mengenal dakwah sunnah, cukup berbeda dengan muslimah di negara kita dalam hal penggunaan social media. Di tempat kita, dalam satu status seorang ikhwan, bisa jadi akan muncul sangat banyak komentator akhwat di bawahnya. Demikian pula sebaliknya, di status seorang muslimah, banyak juga komentator laki-lakinya. Kalau dalam hal-hal yang memang ada hajah seperlunya, mungkin masih boleh-boleh saja. Namun, campur baur ini kalau sudah menjadi kebiasaan sebenarnya bukan hal yang baik menurut syariat. Berbeda dengan akhwat di Inggris, mereka sangat protektif dalam berinteraksi di dunia internet. Mereka cukup saling berinteraksi dengan sesama akhwat di social media. Makanya, cukup aneh apabila saat saya fesbukan dengan ikhwan-ikhwan di negara asing tersebut, akan terasa sepi dari keikutsertaan wanita muslimah. Namun, ketika berinteraksi internet dengan “ikhwan sendiri” di negara muslim ini, justru banyak dipenuhi komentator-komentator muslimah bukan mahram. Apakah kita kalah dengan rekan-rekan kita di Inggris itu? Jangan sampai hanya karena pertemuan “syawalan” keluarga besar, kita “menyerah” dengan ikut ritual-ritual bid’ah atau maksiat. Jangan sampai hanya karena undangan reuni kawan lama, kita turut “menyerah” dengan turut berfoto-fotoan dengan ikhtilath pada lawan jenis. Jangan sampai hanya karena tuntutan pekerjaan, laki-laki muslim harus memangkas jenggotnya. Jangan sampai hanya karena dorongan orang tua agar anak jadi PNS, seorang muslimah keluar dari fitrahnya di dalam rumah atau malah melepas hijabnya. Jangan sampai kita “menyerah” …. Dari artikel Ramadhan di Tengah Musim Panas Negeri Inggris — Muslim.Or.Id by null

Adab Bertamu dan Memuliakan Tamu

Pembaca muslim yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan mengimani wajibnya memuliakan tamu sehingga ia akan menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ “Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari) Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami membagi pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu. Adab Bagi Tuan Rumah 1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ “Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) 2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ “Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim) 3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang. 4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى “Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari) 5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya: فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ “Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27) 6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu. 7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim. 8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib. 9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا “Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua. 10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya. 11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang. 12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam, فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ “Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27) 13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka. 14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri. 15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ “Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.” 16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah. Adab Bagi Tamu 1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ “Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad) وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ “Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari) Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut: Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi. Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut. Orang yang mengundang adalah muslim. Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang. Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut. Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan. 2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin. 3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari Muslim) 4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya: يَاأََيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَدْخُـلُوْا بُيُـوْتَ النَّبِي ِّإِلاَّ أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَـعَامٍ غَيْرَ نَاظِـرِيْنَ إِنهُ وَلِكنْ إِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِـرُوْا وَلاَ مُسْتَئْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍ إَنَّ ذلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحِي مِنْكُمْ وَاللهُ لاَ يَسْتَحِي مِنَ اْلحَقِّ “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs. Al Azab: 53) 5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ “Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim) 6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan. 7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang yang sedang makan. 8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai makan, keluarlah!” (Qs. Al Ahzab: 53) 9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari) 10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: كَانَ مِنَ اْلأَنْصَارِ رَجـُلٌ يُقَالُ لُهُ أَبُوْ شُعَيْبُ وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لِحَامٌ فَقَالَ اِصْنَعْ لِي طَعَامًا اُدْعُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَدَعَا رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا فَإِنْ شِئْتَ اْذَنْ لَهُ وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتُهُ قَالَ بَلْ أَذْنْتُ لَهُ “Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”" (HR. Bukhari) 11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa: أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارَ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَئِكَةُ “Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani) اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي “Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim) اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ “Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim) 12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah. *** Penulis: Abu Sa’id Satria Buana Artikel www.muslim.or.id

Senin, 26 November 2012

KOLEKSI DUSTA PEMERINTAH IRAN (Kalau Nggak Bohong, Bukan Syi'ah Namanya !!!)

Al-Imam Asy-Syafii berkata : لَمْ أَرَ أَحَدًا أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ "Aku tidak melihat seorangpun yang paling bersaksi dusta lebih dari para Rofidhoh" (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubro no 21433) Kalau tidak hobi dusta bukan syi'ah namanya…wong taqiyyah (berdusta) merupakan aqidah yang prinsipil bagi kaum syi'ah. Ternyata Imam Syafi'i rahimahullah telah mewanti-wanti sejak jauh-jauh hari bahwasanya syi'ah memang hobinya suka berdusta. Yang menyedihkan adalah berita dusta yang disebarkan syi'ah ini disambut dan ikut disebarkan pula oleh banyak kaum yang mengaku aswaja.... Sejak dahulu hingga saat ini banyak dusta konyol yang disebarluaskan tentang kaum wahabi. Orang yang berakal sehat tentunya tatkala membaca dusta-dusta konyol itu akan tertawa dan dipenuhi tanda tanya akan kebenarannya. Sungguh terlalu banyak tuduhan dusta yang ditempelkan kepada sosok Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah. Diantara tuduhan-tuduhan dusta tersebut adalah : Beliau dituduh mengkafirkan seluruh kaum muslimin yang tidak mengikutinya. Ini tentunya tuduhan dusta yang telah beliau bantah dalam tulisan-tulisannya. Sebagai bukti : Kerajaan Arab Saudi yang meneruskan dakwah beliau ternyata tidak mengkafirkan para jama'ah haji yang berjuta-juta datang setiap tahunnya. Jika para jama'ah haji dianggap kafir dan musyrik tentunya mereka adalah najis dan tidak boleh menginjak tanah Haram di Mekah. Bahkan kenyataannya kerajaan Arab Saudi justru terus meningkatkan pelayanan kepada para jama'ah haji. Beliau dituduh melarang bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tentunya ini merupakan tuduhan dusta. Justru beliau menganjurkan untuk bershalawat. Bahkan salah seorang ulama yang menjadi sumber inspirasi beliau yaitu Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah (murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah) telah menulis sebuah buku khusus tentang keutamaan bersholawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang berjudul جَلاَءُ الأَفْهَامِ فِي فَضْلِ الصَّلاَةِ عَلَى خَيْرِ الأَنَامِ. Yang mungkin beliau larang adalah sholawat-sholawat bid'ah yang berisi makna-makna yang menyimpang. Seperti sholawat Faatih yang dipopulerkan oleh Toriqoh At-Tijaaniyah, yang keutamaan membaca shalawat ini sekali saja seperti mengkhatamkan Al-Quran 6000 kali menurut anggapan mereka. Beliau dituduh membenci ahlul bait (keluarga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam). Ini merupakan kedustaan, bahkan beliau memberi nama anak-anak beliau dengan nama-nama ahlul bait. Diantara nama anak-anak beliau adalah Hasan, Husein, Ali, Ibrahim, Abdullah, abdulaziz, Fatimah. Tentunya seorang yang berakal tidak akan memberi nama anaknya dengan nama orang yang ia benci akan tetapi justru sebaliknya ia akan memberinya nama dengan nama orang yang ia cintai. Beliau dituduh melarang ziarah kuburan, padahal beliau sangat menganjurkan ziarah kuburan –karena ziarah kuburan merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengingat akhirat dan mendoakan penghuni kuburan-. Akan tetapi yang beliau larang adalah ziarah kuburan yang di dalamnya ada praktek perkara-perkara yang menyelisihi sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti meminta atau beristighotsah kepada mayat penghuni kuburan, atau beribadah di kuburan, karena hal ini menyelisihi dan melanggar sabda-sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau dituduh mengaku seorang nabi. Ini merupakan kedustaan terkonyol yang pernah disampaikan oleh Ahmad Zaini Dahlan yang dengki kepada dakwah beliau. Tuduhan-tuduhan ini sering disampaikan oleh kaum yang mengaku aswaja…., semoga Allah mengembalikan mereka kepada jalan yang lurus sehingga benar-benar menjadi aswaja yang sesungguhnya. Tidak diragukan lagi bahwasanya syi'ah sangat berperan dalam merusak citra kaum wahabiyah. Mereka tidak sungkan-sungkan, tidak ragu-ragu untuk menyebarkan kedustaan tentang kaum wahabiyah. Justru penyebaran dusta ini adalah ibadah yang agung menurut mereka !!! Ada beberapa dusta yang akhir-akhir ini tersebar di dunia internet tentang Arab Saudi, yang setelah diteliti ternyata sumber berita-berita dusta tersebut berasal dari sumber kantor berita Iran : FarsNews.com Fars News Agency merupakan corong berita pemerintah Iran yang sering menyebarkan berita-berita dusta. Diantara kedustaan yang sangat menghebohkan dunia internasional adalah : Pertama : Pada tahun ini televisi Iran sengaja merubah terjemahan pidato Presiden Mesir, Muhammad Mursi, yang disampaikan dalam bahasa Arab. Mursi mengutuk pemerintah Suriah atas pembantaian terhadap rakyatnya dan mengajak dunia untuk membantu masyarakat Suriah menuju kebebasan dan kebangkitan. Namun pidato tersebut diubah oleh Telivisi Iran dengan terjemahan bahasa Persia, agar hendaknya dunia membantu masyakarat Bahrain merdeka dari pemerintah mereka. Ternyata perubahan dengan sengaja ini terjadi berulang-ulang, bahkan diberitakan oleh beberapa corong sumber berita Iran. Ini merupakan kedustaan yang sangat memalukan !!! Sebagaimana kita ketahui, Suriah merupakan sekutu Iran, baik dalam ideologi Syi’ah maupun pandangan politiknya. Sedangkan Bahrain adalah negara Ahlussunnah atau Sunni dan masyarakat yang memberontak adalah Syi’ah. Oleh karena itu, telivsi Iran memelesetkan terjemahan pidato Presiden Mesir agar pengaruh Teheran di dunia Arab kian kuat. Simak video perubahan pidato tersebut di http://www.youtube.com/watch?v=pNoPNKepQxI&feature=player_embedded Dan merupakan perkara yang wajar jika Iran berusaha keras untuk membantu pemerintahan rezim Basyaar Asad. Bahkan Nizomuddin Al-Musawi Direktur redaksi Fars News Agency menyatakan : "Wajib atas Iran untuk membela Suriah, karena Iran adalah negara sahabat bagi penduduk Suriah" (http://arabic.farsnews.com/newstext.aspx?nn=9107114898) Kedua : Fars News Agency juga berdusta dengan menyatakan telah mewancara Muhammad Mursi dan beliau menyatakan secara resmi akan urgennya menjalin kembali hubungan antara Iran dan Mesir. (lihat : http://article.wn.com/view/2012/06/26/Mursi_bantah_pernah_diwawancarai_media_Iran/) Tatkala dibantah maka Kantor berita Iran (Fars News Agency) membantah kembali dengan merekayasa rekaman wawancara Presiden Muhammad Mursi (lihat : http://www.elwatannews.com/news/details/20646?page=3), akan tetapi pemerintah mesir menegaskan bahwasanya rekaman wawancara tersebut adalah rekayasa dengan penggunaan tekhnologi suara (http://www.marebpress.net/news_details.php?sid=44904) Ketiga : Fars News Agency menyatakan bahwasanya 77 persen dari kaum berkulit putih pedesaan Amerika lebih mengutamakan Ahmadi Najad daripada Barak Obama (silahkan lihat pembongkaran kedustaan ini di http://internasional.kompas.com/read/2012/09/30/09405881/.FARS.Klaim.Warga.AS.Lebih.Suka.Ahmadinejad, versi bahasa Arab : http://www.aawsat.com/details.asp?section=4&article=697433&issueno=12359), versi bahasa inggrisnya di (http://edition.cnn.com/2012/09/28/world/iran-news-agency-duped/index.html). Jika beritanya pun benar lantas apa yang mau dibanggakan oleh pemerintah Iran?? Apakah mereka bangga jika orang-orang Amerika yang kafir lebih menyukai Ahmadi Najad daripada Barak Obama? Keempat : Ternyata kantor berita Iran Fars News Agency juga sering mengarang berita dengan merekayasa foto. Hal ini sebagaimana pengakuan salah seorang reporter Amir Farsyad Ibrahimi yang pernah mengirim sebuah foto pada tahun 2008 dimana beliau berbaring di samping serdadu Israel tatkala ada rudal yang jatuh di kota Sderot . Foto tersebut direkayasa oleh Kantor berita Iran dengan mengarang sebuah berita bahwasanya ada rudal yang jatuh di padang Naqob yang menyebabkan dua serdadu Israel terluka. (silahkan lihat http://www.albiladpress.com/article154615-1.html atau http://www.wa-gulf.com/vb/t20785.html) Ini sekedar sebagian dusta-dusta yang disebarkan oleh Kantor Berita Iran, bahkan sebagian penduduk Iran tatkala mengomentari kedustaan Kantor Berita Iran berkata, "Bukan hanya Kantor Berita Iran yang pendusta, bahkan pemerintahan Iran adalah pemerintahan yang dibangun atas kedustaan. Kami diperintah oleh pemerintahan dusta" (silahkan lihat kembali http://www.albiladpress.com/article154615-1.html) Pernyataan ini bukanlah pernyataan omong kosong, buktinya sebagaimana telah lalu pemerintah Iran "nekat" merubah terjemahan Muhammad Mursi yang mengecam Suriah menjadi Pengecaman terhadap Bahrain, bahkan berulang-ulang perubahan tersebut. Yang terjemahan tersebut disiarkan secara langsung dengan bahasa Persia dikalangan rakyat Iran melalui pusat-pusat berita Iran dan televisi Iran !!! Jika Iran (Syi'ah Rofidoh) nekat untuk berdusta atas nama rakyat Ahlus Sunnah secara umum, maka terlebih-lebih lagi berdusta untuk menjatuhkan Kerajaan Arab Saudi yang para ulamanya paling getol membantah pemikiran kesesatan kaum Syi'ah Rofidhoh. Berikut diantara dusta-dusta tersebut : Dusta Pertama : Tuduhan bahwa Kerajaan Arab Saudi akan menggusur makam Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (lihat http://english.farsnews.com/newstext.php?nn=9107115272), atau (http://www.lensaindonesia.com/2012/10/28/astagfirullah-saudi-bakal-hancurkan-makam-nabi-dan-sahabat.html), juga ikut disebarkan oleh situs resmi N.U (http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,45-id,40547-lang,id-c,internasional-t,Saudi+Bakal+Hancurkan+Makam+Nabi+dan+Sahabat-.phpx). Padahal, jangankan kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, rencana memperluas mathaaf (tempat thawaf) di sekitar Ka’bah dengan merobohkan tiang-tiang mashaabiih yang merupakan peninggalan atau sentuhan peradaban khilafah Utsmani saja sampai sekarang tidak direalisasikan, karena pemerintah Arab Saudi mempertimbangkan perasaan umat Islam secara umum dan negeri Turki secara khusus. Hal ini pun dibantah oleh pihak Kedutaan Besar Arab Saudi yang dikonfirmasi oleh redaksi Sabili dengan langsung membantah fitnah tersebut. Mufti Saudi tidak pernah memfatwakan seperti itu. Berita tersebut bersumber dari propaganda Iran, “Mereka dengki karena haji tahun ini berlangsung sukses,” katanya singkat. Yang benar, proyek perluasan Masjid Nabawi meliputi sayap Timur dan Barat masjid tanpa melakukan pengrusakan terhadap kuburan Nabi dan dua sahabatnya yang mulia. (lihat http://www.konsultasisyariah.com/fitnah-arab-saudi-akan-menggusur-makam-nabi/#axzz2B7uMngbC), silahkan baca juga (http://suara-islam.com/read5784-Isu-Pembongkaran-Majid-Nabawi-untuk-Mengadu-Domba-Umat-Islam.html#.UJDLY9aP45I.facebook) Dusta Kedua : Arab Saudi menghapus Israel dari daftar musuh REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH mengabarkan :-- Kerajaan Arab Saudi dilaporkan menghapus rezim Zionis Israel dari daftar negara-negara yang menjadi musuh Negeri Petrodolar tersebut. Situs berita Nahrain Net mengungkap kebijakan rezim Al Saud yang menghapus nama Israel dari daftar negara-negara musuh Saudi. Fars News, Selasa (9/10), melaporkan, selain menghapus Zionis Israel dari daftar musuh, Departemen Informasi Saudi memerintahkan media-media di negara tidak mempublikasikan artikel tentang bahaya Israel bagi kawasan Timur Tengah. (lihat : http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/10/10/mbnqxp-saudi-hapus-israel-dari-daftar-musuh) atau (http://www.lensaindonesia.com/2012/10/11/masya-allah-saudi-hapus-zionis-israel-dari-daftar-musuh.html) Ternyata berita inipun diambil dari sumber Kantor berita syi'ah rofidhoh Iran FarsNews. Ini jelas merupaka kedustaan yang sangat nyata, silahkan lihat pernyataan resmi kerajaan arab Saudi di http://www.mofa.gov.sa/aboutKingDom/KingdomForeignPolicy/KingdomPosition/Pages/default.aspx Betapa seringnya Kerajaan Arab Saudi dengan resmi menyatakan kebenciannya dan ketidaksetujuannya dengan kekejaman Israel. Bagi orang-orang yang mukim di Mekah dan Madinah betapa sering mendengar para imam Mesjid Nabawi dan Mesjid Al-Haram yang mendoakan kecelakaan bagi kaum yahudi para perampok negeri kaum muslimin. Terlebih-lebih lagi tatkala malam-malam bulan Ramadhan. Tapi yaa begitulah, kaum Syi'ah Iran kalau berdusta tidak punya malu !!! Selain itu masih ada tanda tanya besar di hati penulis, apakah benar Kerajaan Arab Saudi punya daftar negara-negara musuh, lantas bisa ditambah daftarnya atau dihapus?, atau mungkin juga ada daftar negara-negara sahabat?? Dusta Ketiga : Mayat Hangus Di atas Kubah Hijau Ini juga merupakan kedustaan syi'ah yang sangat konyol. Yang pertama kali mempopulerkan kedustaan ini adalah Az-Zabiidi seorang syi'ah, lalu dipopulerkan dengan penuh semangat oleh situs-situs yang mengaku aswaja !!??. Dikutip dari Syekh az-Zabidi Asy-Syi'iy: “Para musuh Rasulullah setelah mereka selesai menghancurkan makam-makam mulia di komplek pemakaman al Baqi’, mereka pindah ke Qubah Rasulullah untuk menghancurkannya. Salah seorang dari mereka lalu naik ke puncak Qubah untuk mulai menghancurkannya, tapi kemudian Allah mengirimkan petir/api menyambar orang tersebut yang dengan hanya satu kali hantaman saja orang tersebut langsung mati hingga -raganya- menempel di atas Qubah mulia itu. Setelah itu tidak ada seorangpun yang mampu menurunkan mayat orang tersebut dari atas Qubah; selamanya. Lalu ada salah seorang yang sangat saleh dan bertakwa mimpi diberitahukan oleh Rasulullah bahwa tidak akan ada seorangpun yang mampu menurunkan mayat orang tersebut. Dari sini kemudian orang tersebut “dikuburkan” ditempatnya (di atas Qubah; dengan ditutupkan sesuatu di atasnya) supaya menjadi pelajaran”. Lihat bantahannya di (http://metafisis.wordpress.com/2011/06/23/membongkar-kedustaan-adanya-mayat-pengikut-wahabi-di-kubah-makan-rasulullah/). Kalau ini benar, maka sesungguhnya mayat tersebut memiliki karomah, karena dikubur di atas kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam??!! Lantas jika memang si wahabi kesambar petir maka itu merupakan kejadian yang sangat menghebohkan, bukan hanya menghebohkan penduduk madinah, bahkan penduduk saudi, bahkan penduduk dunia. Tentunya berita heboh ini akan disebarkan dunia internasional, terlebih lagi dari gambar tersebut nampak adalah di zaman modern sekarang, dengan adanya HP, kamera, IPhone, dll. Karenanya tentu kita bertanya-tanya kapan terjadi peristiwa "wahabi kesambar petir" ini?, dalam sumber berita manakah? Atau dalam buku sejarah manakah?. Tentunya jika berita ini benar maka para orang-orang yang hasad kepada kaum wahabi tidak akan tinggal diam, dan pasti langsung menyebarkannya. Selain itu, jika memang ada mayat di atas kubah hijau, lantas kenapa tidak dikuburkan? Apakah ada syari'at baru tidak usah dikuburkan agar menjadi pelajaran bagi yang lain?? Jika memang yang kesambar petir seorang wahabi, maka kenapa jenazahnya tidak dikuburkan di tanah? Apakah karena wahabi kafir lantas tidak dikuburkan di tanah?, bukankah orang kafir saja dikuburkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam? Bahkan Abu Jahal dikuburkan oleh Nabi?, apalagi seorang wahabi? Apalagi penegak Al-Quran dan Sunnah-sunnah Nabi?
sumber firanda.com

kisah orang yang menghina siwak (kisah nyata islami)

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushobiy hafidzahullah berkata: “Telah disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah didalam Al-Bidayah wan Nihayah tentang
kejadian-kejadian pada tahun 665, beliau rahimahullah berkata Asy-Syaikh Qathbuddin Al-Yunani berkata: “Telah sampai kepada kami bahwasanya seorang laki-laki
yang dipanggil dengan Abu Salamah dari daerah Bushra, dia suka bercanda dan berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Disebutkan disisinya tentang siwak
dan keutamaannya, maka dia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan bersiwak kecuali di dubur, kemudian dia mengambil sebatang siwak dan memasukkannya keduburnya
kemudian dikeluarkan kembali.”
Berkata Qathbuddin Al-Yunani: “Setelah melakukan perbuatan tersebut, ia tinggal selama sembilan bulan dalam keadaan mengeluh sakit perut dan dubur. Berkata
Qathbuddin Al-Yunani: “Lalu ia melahirkan anak seperti tikus yang pendek dan besar, memiliki empat kaki, kepalanya seperti kepala ikan, memiliki empat
taring yang menonjol, panjang ekornya satu jengkal empat jari dan duburnya seperti dubur kelinci. Ketika lelaki itu melahirkannya, hewan tersebut menjerit
tiga kali, maka bangkitlah putrinya laki-laki tadi dan memecahkan kepalanya sehingga matilah hewan tersebut. Laki-laki itu hidup setelah melahirkan selama
dua hari, dan meninggal pada hari yang ketiga. Dan ia sebelum meninggal berkata “Hewan itu telah membunuhku dan merobek-robek ususku.” Sungguh kejadian
tersebut telah disaksikan oleh sekelompok penduduk daerah tersebut dan para khotib tempat tersebut. diantara mereka ada yang menyaksikan hewan itu ketika
masih hidup dan ada pula yang menyaksikan ketika hewan itu sudah mati.” (Al-Qaulul Mufid, hal. 106-107).
Semoga dengan kisah tersebut menjadikan kita sebagai orang-orang yang mudah dan menerima As-Sunnah dan menjauhkan kita dari sifat meremehkan dan menentang
As-Sunnah.
Sungguh Allah telah memberikan peringatan bagi kita:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (63)
“…..maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi ajaran Rasul takut ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nuur: 63).

- Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhid, Asy-Syaikh Muhammad Abdul Wahhab Al-Wushobiy. Dar Ibnu Hazm, 1427H-2006
sumber

cara bersiwak sesuai sunnah


Asy-Syaikh DR. Shalih Fauzan berkata: “Menggosokkan (bersiwak) diatas gusi dan gigi, dimulai dari sebelah kanan menuju sebelah kiri, siwak dipegang dengan tangan kiri.” (Al-Mulakhkhas Al-Fiqhy: 1.30).
Bersiwak dengan Tangan Kanan atau dengan Tangan Kiri?
Bersiwak boleh dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri, karena perkaranya ada keluasaan, karena anjuran bersiwak dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri tidak ada dalil yang ditekankannya untuk bersiwak dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri. Dan sungguh telah berpendapat sebagian ulama bahwa disunnahkan bersiwak dengan tangan kiri karena (tujuannya) untuk kebersihan, dan sebagian ulama yang lain berpendapat sunnah bersiwak dengan tangan kanan karena dia adalah ibadah. Sesangkan menurut mazhab Malikiyah ada perincian: Apabila seseorang bersiwak karena tujuannya untuk kebersihan maka bersiwak dengan tangan kiri, dan apabila seseorang bersiwak karena (tujuan) ibadah, seperti bersiwak setiap akan shalat maka bersiwak dengan kanannya. Dan ini adalah rincian yang bagus. Dan yang paling utama adalah boleh menggunakan kedua-duanya.” (Tamamul Minnah: 1/60).
Sebagian dari kalangan mazhab Hanabilah berpendapat bahwa bersiwak dengan tangan kanan, mereka berdalil dengan hadits Aisyah –radhiyallahu anha- bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- senang dengan mendahulukan yang kanan ketika menyisir rambutnya, ketika mengenakan sandal, bersuci, dan bersiwak” (HR. Abu Dawud no. 4140), namun dzahir dari hadits tersebut adalah Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- ketika mau bersiwak beliau memulai dengan yang kanan, dan tanpa ada keterangan bahwa beliau –shalallahu ‘alaihi wa sallam- memegang siwak dengan tangan kanan, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata: “ bersiwak (dengan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri) perkaranya ada keluasan karena tidak adanya nash yang jelas.” (Syarhul Mumti’: 1/111).
Menggunakan Siwak apakah dengan Memanjang ataukah dengan Melintang?
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- menerangkan tata cara menggunakan siwak apakah dengan memanjang ataukah melintang, beliau berkata: “Cara penggunaannya kembali kepada apa yang dituntut oleh keadaan, jika keadaan menuntut bersiwak dengan memanjang maka dilakukan dengan memanjang, apabila keadaan menuntut bersiwak dengan melintang maka dilakukan dengan melintang, karena tidak ada sunnah yang jelas dalam perkara ini.” (Al-Mumti’: 1/110).
Bersungguh-sungguh ketika Bersiwak!
Abu Musa Al-Asy’ary –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Aku pernah mendatangi Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ketika itu beliau sedang bersiwak dengan siwak yang masih segar (basah). Ujung siwak diatas lisan (lidah) beliau dan beliau berkata: ‘Agh, ‘agh. sedangkan siwak didalam mulut beliau” (HR. Bukhari, no. 244 dan Muslim, no.591).
Dari hadits tersebut dapat diambil faedah, diantaranya:
√ Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah- berkata: “Seyogyanya seseorang bersungguh-sungguh ketika bersiwak (membersihkan) mulutnya” (At-Ta’liqat Ar-Radhiyah: 1/168).
√ Siwak adalah alat untuk membersihkan gigi dan mulut. Siwak juga dapat membersihkan lidah.” (Fathul Bary: 1/422-423)
Dua Orang Menggunakan Satu Siwak?
Dari Aisyah –radhiyallahu ‘anhu- dia berkata: “Masuk Abdurrahman bin Abu Bakar, dan dia membawa siwak sambil menggosokan giginya dengan siwak tersebut. Maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- melihat kepadanya, aku mengambil siwak tersebut dari Abdurrahman, kemudian aku patahkan ujungnya lalu aku mengikisnya (memperbaikinya dengan gigiku) kemudian aku berikan kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka dia pun bersiwak dengannya dan beliau dalam keadaan bersandar didadaku.” (HR. Bukhari, no. 890).
Dari Aisyah –radhiyallahu ‘anhu- dia berkata: “Nabiullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersiwak, lalu diberikan kepadaku siwak tersebut untuk memncucinya. Maka aku menggunakannya untuk bersiwak, kemudian (setelah aku gunakan) aku mencucinya, kemudian aku menyerahkannya kepada beliau.” (HR. Abu Dawud, no.52).
Faedah dari dua hadits diatas, diantaranya:
§ Bolehnya seseorang bersiwak dengan siwak orang lain (apabila pemilik siwak ridha), dan sebelum digunakan sebaiknya siwak dicuci, apabila tidak dimungkinkan untuk dicuci maka cukup diperbaiki.
§ Bolehnya bersiwak dihadapan orang lain. (Lihat Ihkamul Ahkam, Juz 1 Kitab Thaharah Bab Siwak, hal. 57-58).
Hikmah Bersiwak
Menurut pandangan Ulama
Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly berkata: “Saat ini alat-alat modern berupa sikat dan pasta gigi atau semisalnya memiliki fungsi yang sama dengan tangkai kayu arak, hanya saja tangkai kayu arak merupakan siwak yang terbaik disebabkan banyak rahasia kemanfaatan yang dikandungnya juga keistimewaan yang tidak didapatkan pada selainnya. Diantara kekhususannya: Ia dapat membunuh bakteri-bakteri yang ada pada mulut yang menyebabkan banyak macam penyakit yang berhubungan dengan dengan mulut dan gigi. Juga padanya ada garam yodium, bahan pewangi yang enak, gula, dan komposisi lainnya yang hanya didapatkan pada kayu arak tidak pada alat pembersih dan penyegar mulut dan gigi lainnya.” (Bagaimana Seorang Muslim Mengenal Agamanya, hal. 309).
Apakah Boleh Bagi Sesesorang Menggosok Giginya atau Memersihkan Mulutnya dengan Selain Siwak?
Seseorang boleh membersihkan mulutnya (menggosok giginya) dengan selain siwak, akan tetapi yang paling afdhal yaitu dengan menggunakan siwak. (Tamamul Minnah: 1/60).
Menurut pandangan Ilmu Pengetahuan
Siwak dapat menjaga kebersihan gigi dan mulut dan mencegah parasit (Entamoeba Gingivalis dan trichomonas) yang merupakan sebab munculnya bau tidak sedap pada mulut. Parasit ini habitat (tempat hidupnya) di rongga mulut tepatnya pada gigi yang berlubang. jika mulut dan gigi kebersihannya terjaga maka parasit ini tidak dapat survive (mati). Parasit ini cara pencegahannya adalah dengan menjaga hygiene (kebersihan mulut). Maka disini berlakulah perkataan orang-orang “Mencegah itu lebih baik dari pada mengobati”. Wallahu a’lam wa ahkam, Wabillahit-taufiq.

Siwak si kayu penuh manfaat


Mungkin kita biasa melihat atau mendengar istilah “kayu ajaib” dalam cerita fiktif atau realita nyata. Kayu ajaib identiknya digunakan oleh para tukang sihir yang terlaknat. Namun “kayu ajaib” dalam tulisan kali ini adalah kayu siwak yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat.
Di antara keajaiban kayu siwak, ia mengandung banyak zat-zat yang berfungsi bagi kesehatan gigi, dan mengandung aroma yang mengharumkan bau mulut, walau tak memakai sikat gigi.
Lebih ajaib lagi, “kayu ajaib” alias siwak ini bisa mendatangkan ridho Allah -Azza wa Jalla-. Subhanallah, alangkah ajaibnya kayu siwak ini. Mudah didapatkan, ringan dibawa, setiap saat bisa digunakan, murah harganya, oh ternyata bisa mendatangkan ridho Allah. Tak heran jika Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersabda :
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
“Siwak adalah pembersih bagi mulut; sesuatu yang membuat Allah ridho”. [HR.Ahmad dalam Al-Musnad (6/47), Asy-Syafi’iy dalam Al-Umm (1/76) & Musnad-nya (41), An-Nasa’iy dalam Kitab Ath-Thoharoh (5), Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (134, 136, dan 137), Syu’abul Iman (2118 & 2777). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (1/105/no.66)]
Al-Allamah Abul Hasan Nuruddin As-Sindiy-rahimahullah- berkata ketika mengomentari hadits ini,“Jika anda bertanya,”Bagaimana bisa siwak menjadi sebab Allah ridho?”, maka aku katakan,”Sebab melakukan sesuatu mandub(sesuatu yang hukumnya sunnah)bisa mendatangkan pahala; sebab siwak adalah pedahuluan bagi sholat, sedang sholat adalah munajat(percakapan) dengan Allah. Tak diragukan lagi bahwa orang harum bau mulutnya akan dicintai oleh orang diajak bercakap”. [Lihat Hasyiyah As-Sindiy (1/17), cet. Dar Al-Ma’rifah]
Jadi, siwak yang membuat mulut kita harum, dan bersih merupakan amalan mandub (yang dianjurkan) bisa mendatangkan pahala. Sedang orang yang mendapat pahala tentunya karena ia melakukan suatu perbuatan yang diridhoi oleh Allah.
Penelitian terbaru terhadap kayu siwak menunjukkan, bahwa siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh bakteri, menghilangkan plaque, mencegah gigi berlubang serta memelihara gusi. Siwak memiliki kandungan kimiawi yang bermanfaat, seperti :
1. Antibacterial acids, seperti: astringents, abrasive dan detergents. Berfungsi untuk membunuh bakteri, mencegah infeksi dan menghentikan pendarahan pada gusi. Pada penggunaan siwak pertama kali, mungkin terasa pedas dan sedikit membakar, karena terdapat kandungan serupa mustard di dalamnya yang merupakan substansi antibacterial acids tersebut.
2. Kandungan kimia, seperti: klorida, pottasium, sodium bicarbonate, fluoride, silika, sulfur, vitamin C, trimethyl amine, salvadorine, tannins dan beberapa mineral lainnya, berfungsi untuk membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak sebagai bahan penyusun pasta gigi.
3. Minyak aroma alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, menjadikan mulut menjadi harum dan menghilangkan bau tak sedap.
4. Enzim yang mencegah pembentukan plaque yang menyebabkan radang gusi. Plaque juga merupakan penyebab utama tanggalnya gigi secara prematur.
5. Anti decay agent (zat anti pembusukan), yang menurunkan jumlah bakteri di mulut dan mencegah proses pembusukan. Selain itu, siwak juga turut merangsang produksi saliva (air liur) lebih. Saliva merupakan organik mulut yang melindungi dan membersihkan mulut.
Sebuah penelitian terbaru tentang Periodontal Treatment (Perawatan gigi secara periodik atau berkala) dengan mengambil sample terhadap 480 orang dewasa berusia 35-65 tahun di kota Mekkah dan Jeddah oleh para ilmuwan dari King Abdul Aziz University, Jeddah, menunjukkan bahwa periodontal treatement untuk masyarakat Mekkah dan Jeddah adalah lebih rendah daripada studi yang dilakukan terhadap negara-negara lain. Hal ini mengindikasikan, bahwa penggunaan siwak berhubungan sangat erat terhadap rendahnya kebutuhan masyarakat Mekkah dan Jeddah terhadap periodontal treatment.
Pembaca yang budiman, demi meraih segudang keutamaan tersebut, ada baiknya kita menghiasi diri kita dengan menggunakan siwak dalam beberapa kondisi berikut:
  • Ketika Hendak Sholat
Ketika seorang hendak bermunajat dengan Allah dalam sholatnya, maka ia dianjurkan untuk memakai pakaian yang layak, dan membersihkan seluruh badannya dari najis, dan bau-bau yang mengganggu. Sebab malaikat yang mendengar, dan mencatat amal sholat kita akan terganggu.
Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melarang dari (makan) bawang merah, dan bawang bakung. Kamipun dikuasai oleh perasaan butuh (kepadanya), maka kami akhirnya makan bawang. Maka Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْمُنْتِنَةِ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الْإِنْسُ
“Barang siapa yang memakan pohon (tanaman) yang busuk ini, maka janganlah ia mendekati masjid kami, karena malaikat terganggu oleh sesuatu yang mengganggu manusia”. [HR. Muslim dalam Kitab Al-Masajid (1252)]
Jadi, seorang yang ingin mendatangi masjid, maka hendaknya ia membersihkan mulutnya dari segala bau dengan menggunakan siwak atau yang bisa membersihkan gigi. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Andai aku tak (khawatir) akan memberatkan ummatku atau manusia, maka aku akan perintahkan (wajibkan) mereka bersiwak setiap kali hendak sholat”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Jum’ah (847), Muslim dalam Ath-Thoharoh (588), Abu Dawud dalam Ath-Thoharoh (46), An-Nasa’iy dalam Al-Mawaqit (533), dan Ibnu Majah dalam Ash-Sholah (690)]
Hadits ini menurut lahiriahnya menunjukkan bahwa semua orang dianjurkan bersiwak, baik ia berpuasa atau tidak. Karenanya, dalam menjelaskan faedah hadits ini, Al-Imam Al-Bukhoriy-rahimahullah- berkata dalam kitab Shohih-nya (2/682), “Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- (dalam hadits ini) tidaklah mengkhususkan orang yang berpuasa dari yang tak puasa”.
Maksud beliau bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah melarang orang yang berpuasa untuk bersiwak sebagaimana halnya orang yang tak puasa boleh menggunakan siwak.
Al-Hafizh Ibnu KhuzaimahAn-Naisaburiy -rahimahullah- berkata dalam mengomentari hadits ini, “Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidak mengecualikan orang yang tak berpuasa (dalam hal bolehnya bersiwak), tanpa yang berpuasa. Jadi, di dalamnya terdapat petunjuk bahwa bersiwak bagi orang yang berpuasa ketika hendak sholat memiliki keutamaan seperti halnya orang yang tak berpuasa”.[Lihat Shohih Ibnu Khuzaimah (3/247)]
Apa yang dinyatakan oleh Ibnu Khuzaimah -rahimahullah-, juga telah dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr Al-Andalusiy-rahimahullah- dalam kitabnya At-Tamhid (7/198) saat beliau berkata, Dalam hadits ini dalil yang menunjukkan bolehnya bersiwak pada setiap waktu berdasarkan sabdanya, “setiap kali hendak wudhu”, dan “setiap kali hendak sholat”. Sedang sholat wajib pada kebanyakan waktu, baik pada waktu malam, siang, maupun shubuh”.
  • Ketika Hendak Wudhu’
Diantara waktu yang amat dianjurkan bagi kita untuk menggunakan siwak agar mulut kita bersih dan harum, ketika kita mau melakukan wudhu’.
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ الْوُضُوْءِ وَلَأَخَّرْتُ الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ شَطْرِ اللَّيْلِ
“Andai aku tak (khawatir) akan memberatkan ummatku, maka aku akan perintahkan (wajibkan) mereka bersiwak setiap kali hendak sholat, dan akan kutangguhkan sholat Isya’ ke sepertiga malam atau tengah malam”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (7406), Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya (140), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (1787), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (1531), Ath-Thohawiy dalam Syarh Al-Ma’aniy (228), Al-Bazzar dalam Al-Musnad (2106), Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (1238), Al-Abihaqiy dalam Al-Kubro (144), dan dalam Syu’abul Iman (2769), dan Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqo (63). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Ihsan (2/250)]
  • Ketika Hendak Membaca Al-Qur’an
Seorang hamba ketika membaca kitab suci Al-Qur’an Al-Karim, maka dianjurkan agar ia menyucikan diri, baik pada pakaian, tempat, dan badan (utamanya mulut) dari segala najis, dan kotoran yang mengganggu. Sebab seorang yang membaca Al-Qur’an Al-Karim ibaratnya orang yang bermunajat, dan berbisik dengan Allah Robbul alamin. Itulah hikmahnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menganjurkan hal itu dalam hadits ini:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا قَامَ يُصَلِّي أَتَاهُ الْمَلَكُ فَقَامَ خَلْفَهُ يَسْتَمِعُ الْقُرْآنَ وَيَدْنُوْ فَلَا يَزَالُ يَسْتَمِعُ وَيَدْنُوْ حَتَّى يَضَعَ فَاهُ عَلَى فِيْهِ فَلَا يَقْرَأَ آيَةً إِلَّا كَانَتْ فِيْ جَوْفِ الْمَلَكِ
“Sesungguhnya seorang hamba jika ia bangkit melaksanakan sholat, maka ia akan didatangi oleh seorang malaikat seraya berdiri di belakangnya untuk mendengarkan Al-Qur’an. Senantias ia menyimak Al-Qur’an mendekat sehingga malaikat itu meletakkan mulutnya pada mulut orang yang sholat itu.Maka seorang hamba tidaklah membaca Al-Qur’an kecuali bacaan Qur’annya dalam diri malaikat itu”. [HR. Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (1/38), dan Adh-Dhiya’ Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtaroh (1/201). Lihat Ash-Shohihah (1213)]
Menurut riwayat lain, diakhir hadits itu, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
فَطَهِّرُوْا أَفْوَاهَكُمْ لِلْقُرْآنِ
“…maka sucikanlah mulut kalian untuk Al-Qur’an”. [HR. Al-Bazzar dalam Al-Musnad (603). Dikuatkan sanadnya oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (3/215)]
Al-Imam Abu Zakariyya An-Nawawiy-rahimahullah- berkata ketika menjelaskan adab-adab yang perlu dijaga oleh orang yang membaca Al-Qur’an, “Seyogyanya jika seseorang hendak membaca Al-Qur’an agar ia membersihkan mulutnya dengan siwak, dan selainnya. Cara memilih siwak,hendaknya ia berasal kayu sugigi; boleh juga dari seluruh jenis kayu, dan sesuatu yang dapat membersihkan mulut, seperti secarik kain yang kasar, sikat gigi, dan selain itu”. [Lihat At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Qur’an (hal. 37)]
  • Ketika Hendak Masuk Rumah
Diantara bentuk perhatian Islam kepada kebersihan, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mencontohkan kepada ummatnya agar ketika hendak masuk rumah dan menemui istri dan anak-anaknya, seseorang terlebih dahulu membersihkan mulutnya. Jika perkara ini dilazimi, niscaya akan melahirkan mawaddah wa rahmah di antara penghuni rumah tangga. Terkadang seseorang dijauhi oleh orang lain, karena mulutnya yang bau.
Syuraih bin Hani’ Al-Haritsiy-rahimahullah- bertanya kepada A’isyah -radhiyallahu ‘anha-, “Perkara apakah yang dimulai oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika ia mau masuk ke rumahnya?” A’isyah berkata, “(Beliau memulai) dengan siwak”.[HR. Muslim dalam Ath-Thoharoh (253), Abu Dawud dalam As-Sunan (51), An-Nasa’iy dalam Al-Mujtaba (8), dan Ibnu Majah dalam As-Sunan dalam As-Sunan (290)]
  • Ketika Hendak Sholat Tahajjud
Seseorang ketika bangun dari tidurnya, ia akan mendapati perubahan pada bau mulutnya. Disinilah rahasianya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika bangun malam, beliau membersihkan giginya dengan kayu ajaib, yaitu siwak yang mengandung bahan yang mengharumkan gigi, walau tidak menggunakan pasta gigi.
Hudzaifah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ لِيَتَهَجَّدَ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
“Dahulu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- jika bangun untuk bertahajjud, maka beliau menggosok mulut (baca:gigi)nya dengan siwak”. [HR. Al-Bukhoriy (242, 849, & 1085),Muslim (255), Abu Dawud (55), An-Nasa’iy (2, & 1621-1624), dan Ibnu Majah (286)]
Al-Imam Ibnu Daqiq Al-Ied-rahimahullah- berkata, “Dalam hadits ini terdapat anjuran bersiwak ketika bangun dari tidur, karena tidur menimbulkan perubahan mulut sebab adanya sesuatu yang naik ke mulut berupa uap lambung. Sedang siwak adalah alat pembersihnya. Itulah dianjurkan siwak ketika ada sesuatu yang mengharuskannya”. [Lihat Fathul Bari (1/356), cet. Dar Al-Ma’rifah]
Jadi, bersiwak ketika hendak sholat tahajjud adalah perkara yang dianjurkan; sebagai pelengkap dan penyempurna bagi ibadah seorang hamba. Seorang yang berbau mulutnya, karena belum bersiwak, maka akan terganggu oleh bau mulutnya. Inilah salah satu sebab yang menghilangkan khusyu’nya seseorang ketika sholat.
Para Pembaca yang budiman, inilah beberapa kondisi dianjurkan di dalamnya untuk bersiwak, dan membersihkan mulut. Namun ini bukanlah pembatasan, sebab seseorang dianjurkan bersiwak ketika terjadi perubahan bau mulut.
Perhatian
Anjuran menggunakan siwak untuk membersihkan gigi, bukanlah berarti kita dilarang menggunakan sikat gigi atau yang lainnya dalam membersihkan gigi. Bahkan semua itu boleh. Namun tentunya yang lebih utama adalah melazimi siwak, karena ia memiliki fadhilah, yaitu membuat Allah ridho karena mengikuti sunnah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- .
Kami jelaskan demikian, karena sebagian orang jahil menyangka bahwa Islam melarang kita menggunakan discovery (penemuan baru) yang mubah.