Asy-Syaikh DR. Shalih Fauzan
berkata: “Menggosokkan (bersiwak) diatas gusi dan gigi, dimulai dari sebelah
kanan menuju sebelah kiri, siwak dipegang dengan tangan kiri.” (Al-Mulakhkhas
Al-Fiqhy: 1.30).
Bersiwak
dengan Tangan Kanan atau dengan Tangan Kiri?
Bersiwak boleh dengan tangan kanan
atau dengan tangan kiri, karena perkaranya ada keluasaan, karena anjuran
bersiwak dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri tidak ada dalil yang
ditekankannya untuk bersiwak dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri. Dan
sungguh telah berpendapat sebagian ulama bahwa disunnahkan bersiwak dengan
tangan kiri karena (tujuannya) untuk kebersihan, dan sebagian ulama yang lain
berpendapat sunnah bersiwak dengan tangan kanan karena dia adalah ibadah.
Sesangkan menurut mazhab Malikiyah ada perincian: Apabila seseorang bersiwak
karena tujuannya untuk kebersihan maka bersiwak dengan tangan kiri, dan apabila
seseorang bersiwak karena (tujuan) ibadah, seperti bersiwak setiap akan shalat
maka bersiwak dengan kanannya. Dan ini adalah rincian yang bagus. Dan yang
paling utama adalah boleh menggunakan kedua-duanya.” (Tamamul Minnah: 1/60).
Sebagian dari kalangan mazhab
Hanabilah berpendapat bahwa bersiwak dengan tangan kanan, mereka berdalil
dengan hadits Aisyah –radhiyallahu anha- bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- senang dengan mendahulukan yang kanan ketika menyisir rambutnya,
ketika mengenakan sandal, bersuci, dan bersiwak” (HR. Abu Dawud no. 4140),
namun dzahir dari hadits tersebut adalah Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa
sallam- ketika mau bersiwak beliau memulai dengan yang kanan, dan tanpa ada
keterangan bahwa beliau –shalallahu ‘alaihi wa sallam- memegang siwak dengan
tangan kanan, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata: “ bersiwak
(dengan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri) perkaranya ada keluasan
karena tidak adanya nash yang jelas.” (Syarhul Mumti’: 1/111).
Menggunakan
Siwak apakah dengan Memanjang ataukah dengan Melintang?
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin
–rahimahullah- menerangkan tata cara menggunakan siwak apakah dengan memanjang
ataukah melintang, beliau berkata: “Cara penggunaannya kembali kepada apa yang
dituntut oleh keadaan, jika keadaan menuntut bersiwak dengan memanjang maka
dilakukan dengan memanjang, apabila keadaan menuntut bersiwak dengan melintang
maka dilakukan dengan melintang, karena tidak ada sunnah yang jelas dalam
perkara ini.” (Al-Mumti’: 1/110).
Bersungguh-sungguh
ketika Bersiwak!
Abu Musa Al-Asy’ary –radhiyallahu
‘anhu- berkata: “Aku pernah mendatangi Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
ketika itu beliau sedang bersiwak dengan siwak yang masih segar (basah). Ujung
siwak diatas lisan (lidah) beliau dan beliau berkata: ‘Agh, ‘agh. sedangkan
siwak didalam mulut beliau” (HR. Bukhari, no. 244 dan Muslim, no.591).
Dari hadits tersebut dapat diambil
faedah, diantaranya:
√ Asy-Syaikh Al-Albani
–rahimahullah- berkata: “Seyogyanya seseorang bersungguh-sungguh ketika
bersiwak (membersihkan) mulutnya” (At-Ta’liqat Ar-Radhiyah: 1/168).
√ Siwak adalah alat untuk
membersihkan gigi dan mulut. Siwak juga dapat membersihkan lidah.” (Fathul
Bary: 1/422-423)
Dua Orang
Menggunakan Satu Siwak?
Dari Aisyah –radhiyallahu ‘anhu- dia
berkata: “Masuk Abdurrahman bin Abu Bakar, dan dia membawa siwak sambil menggosokan
giginya dengan siwak tersebut. Maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
melihat kepadanya, aku mengambil siwak tersebut dari Abdurrahman, kemudian aku
patahkan ujungnya lalu aku mengikisnya (memperbaikinya dengan gigiku) kemudian
aku berikan kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka dia pun
bersiwak dengannya dan beliau dalam keadaan bersandar didadaku.” (HR. Bukhari,
no. 890).
Dari Aisyah –radhiyallahu ‘anhu- dia
berkata: “Nabiullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersiwak, lalu
diberikan kepadaku siwak tersebut untuk memncucinya. Maka aku menggunakannya
untuk bersiwak, kemudian (setelah aku gunakan) aku mencucinya, kemudian aku
menyerahkannya kepada beliau.” (HR. Abu Dawud, no.52).
Faedah dari dua hadits diatas,
diantaranya:
§ Bolehnya seseorang bersiwak dengan
siwak orang lain (apabila pemilik siwak ridha), dan sebelum digunakan sebaiknya
siwak dicuci, apabila tidak dimungkinkan untuk dicuci maka cukup diperbaiki.
§ Bolehnya bersiwak dihadapan orang
lain. (Lihat Ihkamul Ahkam, Juz 1 Kitab Thaharah Bab Siwak, hal. 57-58).
Hikmah
Bersiwak
Menurut
pandangan Ulama
Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin
Hadi Al-Madkhaly berkata: “Saat ini alat-alat modern berupa sikat dan pasta
gigi atau semisalnya memiliki fungsi yang sama dengan tangkai kayu arak, hanya
saja tangkai kayu arak merupakan siwak yang terbaik disebabkan banyak rahasia
kemanfaatan yang dikandungnya juga keistimewaan yang tidak didapatkan pada
selainnya. Diantara kekhususannya: Ia dapat membunuh bakteri-bakteri yang ada
pada mulut yang menyebabkan banyak macam penyakit yang berhubungan dengan
dengan mulut dan gigi. Juga padanya ada garam yodium, bahan pewangi yang enak,
gula, dan komposisi lainnya yang hanya didapatkan pada kayu arak tidak pada
alat pembersih dan penyegar mulut dan gigi lainnya.” (Bagaimana Seorang Muslim
Mengenal Agamanya, hal. 309).
Apakah Boleh Bagi Sesesorang
Menggosok Giginya atau Memersihkan Mulutnya dengan Selain Siwak?
Seseorang boleh membersihkan
mulutnya (menggosok giginya) dengan selain siwak, akan tetapi yang paling
afdhal yaitu dengan menggunakan siwak. (Tamamul Minnah: 1/60).
Menurut
pandangan Ilmu Pengetahuan
Siwak dapat menjaga kebersihan gigi
dan mulut dan mencegah parasit (Entamoeba Gingivalis dan trichomonas) yang
merupakan sebab munculnya bau tidak sedap pada mulut. Parasit ini habitat
(tempat hidupnya) di rongga mulut tepatnya pada gigi yang berlubang. jika mulut
dan gigi kebersihannya terjaga maka parasit ini tidak dapat survive (mati).
Parasit ini cara pencegahannya adalah dengan menjaga hygiene (kebersihan
mulut). Maka disini berlakulah perkataan orang-orang “Mencegah itu lebih baik
dari pada mengobati”. Wallahu a’lam wa ahkam, Wabillahit-taufiq.
sumber http://darussalaf.org/
ingin megikutin sunnah rosul
BalasHapus